HARIANHALUAN.id – Sensus pertanian yang akan dilaksanakan pada 1 Juni hingga 31 Juli 2023 sangat penting, karena berkaitan erat dengan program yang akan dijalankan pemerintah untuk menyejahterakan masyarakat. Mengingat pentingnya sensus ini, dibutuhkan dukungan semua pihak untuk menyukseskannya.
Hal itu terungkap dalam kunjungan Anggota Komite IV DPD RI, H. Leonardy Dt. Bandaro Basa, S.IP., MH, ke Badan Pusat Statistik Provinsi Sumbar, Selasa (28/2).
Leonardy mengatakan pengawasan DPD RI terhadap pelaksanaan atas Undang-undang Nomor 16 Tahun 1997 tentang Statistik merupakan wujud komitmen Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) terhadap amanat konstitusi.
“Kunjungan ini dalam rangka tugas pengawasan terhadap pelaksanaan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1997 tentang Statistik, difokuskan pada persiapan pelaksanaan Sensus Pertanian Tahun 2023. Kita ingin mendengarkan langsung seputar kesiapan dan dukungan yang diperlukan guna menyukseskan Sensus Pertanian Tahun 2023,” ujar Ketua Badan Kehormatan DPD RI tersebut.
Disebut Leonardy, BPS merupakan lembaga pemerintah non kementerian yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden yang memiliki kewajiban melaksanakan tugas pemerintahan di bidang statistik, sesuai peraturan perundang-undangan. Salah satu kegiatan rutin yang dilaksanakan oleh BPS adalah kegiatan sensus yang dilaksanakan sekurang-kurangnya sekali dalam 10 (sepuluh) tahun.
“Ke depan, perlu dipertimbangkan apakah rentang waktu pelaksanaan sensus sekali 10 tahun ini, apakah masih relevan atau tidak sesuai dengan perkembangan saat ini yang begitu dinamis,” ulasnya.
Lebih jauh Leonardy mengatakan sensus pertanian ini adalah yang ke-7 (tujuh) dilaksanakan, dimana sensus pertanian pertama kali dilaksanakan pada tahun 1963.
Ada 18 negara yang melaksanakan sensus pertanian di tahun ini yakni Indonesia, Panama, Bolivia, Albania, Bosnia dan Herzegovina, Moldova, Namibia, The Kingdom of Eswatini, Kamboja, Georgia, Iran, Iraq, Oman, Filipina, Tajikistan, Thailand, Uzbekistan, dan Vanuatu.
Sensus pertanian yang dilaksanakan tahun ini mengangkat tema “Mencatat Pertanian Indonesia Untuk Kedaulatan Pangan dan Kesejahteraan Petani”. Hal ini bermanfaat untuk memberikan gambaran secara komprehensif terkait kondisi pertanian di Indonesia hingga wilayah terkecil, peningkatan kualitas statistik pertanian dan peningkatan kualitas desain kebijakan yakni sebagai rujukan dalam penyusunan kebijakan strategis sektor pertanian.
Pelaksanaan sensus pertanian 2023 meliputi 7 subsektor yaitu, tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, peternakan, perikanan, kehutanan, dan jasa pertanian. Kegiatan ini akan melibatkan sekitar 190 ribu petugas dari mitra BPS dan sekitar 2 (dua) ribu pegawai BPS. Para petugas akan melakukan pendataan pada 1 Juni – 31 Juli 2023.
“Mengingat, data statistik merupakan sumber utama untuk perencanaan berbagai kebijakan terkait pertanian, maka DPD RI melalui fungsi pengawasan yang dimiliki, sangat mendukung kegiatan sensus pertanian 2023 ini guna terwujudnya kedaulatan pangan dan kesejahteraan petani di seluruh daerah,” ujarnya.
Diungkapkan Leonardy, permasalahan yang menjadi fokus atas pelaksanaan Undang-Undang Nomor 16 tahun 1997 tentang Statistik utamanya terkait pelaksanaan kegiatan Sensus Pertanian 2023 antara lain, terdapat permasalahan terkait mal administrasi pendataan dan penebusan pupuk bersubsidi menggunakan kartu tani pada beberapa daerah sebagaimana diungkapkan oleh Ombudsman.
“Dimana banyak non petani terdaftar dalam sistem elektronik Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (e-RDKK), banyak petani terdaftar ganda dalam data e-RDKK, data e-RDKK tidak mutakhir dan petani kecil belum terdaftar dalam e-RDKK,” katanya.
Kemudian, imbuhnya, juga terdapat hambatan dalam pendataan yakni terbatasnya jumlah penyuluh pertanian dalam melakukan pendataan dan juga rendahnya kompetensi penyuluh pertanian dalam pendataan serta kecilnya alokasi anggaran penyuluhan.
“Belum lagi masalah data produksi dan stok pangan yang kerap berbeda antara kementerian atau lembaga terkait. Di era digital, masalah ini seharusnya tidak terjadi. Sebab perbedaan data tersebut seringkali menyulitkan pemerintah dalam mengambil langkah-langkah strategis untuk mengamankan stok pangan. Perlu adanya sinkronisasi data dari lembaga-lembaga,” tukasnya.
Lebih lanjut ia menyampaikan, diharapkan dari pengawasan yang dilakukan diperoleh gambaran dan informasi dari masyarakat mengenai pelaksanaan UU No. 16 tahun 1997 tentang Statistik, dapat menginventarisir berbagai persoalan dan permasalahan mengenai pelaksanaan pendataan sensus pertanian di daerah, dan dapat merumuskan rekomendasi mengenai pelaksanaan sensus pertanian di daerah. Adapun hasil pengawasan itu akan diteruskan dalam rapat kerja dengan BPS Pusat dan juga sebagai bahan masukan dan evaluasi bagi kegiatan Sensus Pertanian.
Kepala BPS Sumbar, Ir. Herum Fajarwati, MM mengatakan, dari sensus ini nantinya akan bisa didapat gambaran yang komprehensif terkait kondisi pertanian di Indonesia sampai wilayah terpencil. (isr)














