“Besar dugaan, erupsi ini terkait dengan curah hujan yang tinggi dan cuaca ekstrem yang terjadi di kawasan puncak gunung dalam beberapa waktu terakhir, sehingga volume air di dalam kawah meningkat bahkan masuk dalam ke dalam salah satu rekahan yang ada di dekat dapur magma,” ujarnya.
Ade menjelaskan, magma merupakan cairan yang sangat panas dan berpijar, sehingga saat terkena air akan menyebabkan reaksi fisika yang mengubah air menjadi gas uap lalu terurai menjadi hidrogen. Hal ini menyebabkan terjadinya ledakan atau erupsi di sekitar rekahan.
“Ledakan dengan tekanan tinggi ini yang menggerus dinding -dinding rekahan tadi. Sehingga mengeluarkan hembusan asap yang mengandung uap air dan sedikit debu. Kemungkinan terbesarnya seperti itu,” kata Ade.
Ia mengibaratkan, fenomena tersebut seperti halnya proses peleburan baja yang akan menimbulkan ledakan dan mengeluarkan asap jika terkena air. “Jadi, itu adalah fenomena umum dan proses fisika alami saja. Mudah-mudahan saat nantinya curah hujan kita sudah menurun, kondisi akan kembali normal dan kembali seperti semula,” kata Ade.
Menurut Ade, erupsi Gunung Marapi ini bukan bagian dari siklus tahunan atau rentang periode tertentu sebagai gunung aktif. Sebab, siklus erupsi yang gunung api sering diawali dengan adanya gempa. Sementara itu, dalam beberapa waktu belakangan tidak ada gempa besar yang terjadi di Sumbar.
Namun, Ade menambahkan, meski erupsi Gunung Marapi merupakan erupsi freatik yang dipicu peningkatan volume air di dalam kawah gunung, tidak tertutup kemungkinan akan ada letusan yang lebih besar. “Letusan besar bisa saja terjadi. Tergantung air yang berada di dalam kawah itu masuk ke rekahan dapur magma,” ucapnya.














