Setelah memperoleh informasi dari salah seorang temannya tentang lowongan pekerjaan pegawai Balai Penyelidikan Kimia di Bogor, ia langsung melamar ke sana. Pada awalnya ia hanya berkerja sebagai petugas kebersihan di sebuah laboratorium yang dikepalai oleh seorang berkebangsaan Belanda bernama Ir. Nyhold. Namun berkat kerajinannya, tahun berikutnya ia diminta menjadi asisten seorang insinyur bernama Ir. Dufont di sebuah laboratorium di Burangrang, Bandung, yang berada di bawah Departemen Perindustrian.
Sambil bekerja, ia memperoleh beasiswa dari Departemen Perindustrian untuk mengikuti pendidikan Teknik Kimia di Fakultas Teknik Universitas Indonesia di Bandung (sejak 1959 menjadi ITB).
Sebelum meraih gelar insinyur, Azwar sudah diangkat sebagai Asisten dan Dosen Luar Biasa ITB (1958-1959). Setelah menggondol ijazah ITB, ia dikirim mengikuti Management Cource di Universitas Syracuse, Amerika Serikat (1959). Sekembali dari sana, ia masuk dinas militer dan bekerja di lingkungan Prindustrian Angkatan Darat (Pindad). Kariernya cepat berkembang. Mulanya sebagai Kepala Dinas A Pindad (1960-1961), Kepala Pusat Laboratorium Pindad (1962-1964), Kepala Pusat Karya Pindad (1964-1968), lalu promosi menjadi Direktur Utama PT Purna Sadhana Pindad (1968-1970).
***
Karir putera Mato Air, Padang, ini meroket setelah ia memberikan darma baktinya di Ranah Minang sejak tahun 1970. Setelah sukses di rantau, ayah lima anak ini ditunjuk sebagai Presiden Direktur PT Semen Padang. Ketika ia masuk di situ, perusahaan negara ini dalam keadaan semaput.
Banyak pihak tidak yakin perusahaan itu akan meraup untung, sehingga pemerintah cenderung untuk menjualnya saja kepada perusahaan dari Perancis. Namun Gubernur dan DPRD Sumatra Barat menolak pabrik semen itu dijual sebagai besi tua, lalu meminang Azwar Anas untuk memimpinnya.














