Di bawah kendalinya, PT Semen Padang berhasil direvitalisasi, sehingga mampu berkembang dengan cepat. Selama memimpin PT Semen Padang (1970-1978), Azwar Anas juga merangkap jabatan sebagai Presiden Direktur PT Semen Baturaja (1973-1977), dan anggota MPR Utusan Daerah Sumatra Barat (1972-1977).
Sukses memimpin pabrik semen di Bukit Indarung, mengantarkan Azwar Anas masuk ke Rumah Bagonjong sebagai Gubernur Sumatra Barat menggantikan Harun Zain. Ia dilantik sebagai Gubernur Sumatra Barat oleh Menteri Dalam Negeri Amirmachmud pada 18 Oktober 1977. Dalam pidato pertama pada saat berkenalan dengan masyarakat, Azwar Anas mengutip bagian pidato terkenal Sayidina Abu Bakar Siddik saat dilantik sebagai Khalifah: “Jika tindakan saya benar ikutilah saya, jika salah betulkanlah.”
Selama 10 tahun masa baktinya, Azwar senantiasa melakukan pendekatan yang diwarnai sentuhan keimanan dan ketakwaan. Ia tak jemu mengingat-ingatkan masyarakat Ranah Minang yang memiliki “adat bersendi syarak, syarak bersendi Kitabullah,” supaya selalu ingat pada Allah. Agar semua pekerjaan diniatkan karena Allah semata, untuk mencari rida-Nya. Ini diutarakannya dalam tiap kesempatan, mulai dari kota sampai ke nagari-nagari terpencil, agar tercipta akhlak mulia atau akhlaqulkarimah.
Jika pada era Gubernur Harun Zain (1966-1977) rakyat Sumatra Barat bangkit lagi harga dirinya, maka dalam periode Azwar Anas yang memupuk keimanan dan takwa, langkah mereka pun makin mantap menggapai hari depan yang lebih baik. Pembangunan daerah maju pesat. Maka pada akhir Pelita III (1984) Sumatra Barat meraih Anugerah Parasamya Purnakarya Nugraha, penghargaan tertinggi untuk provinsi yang paling berhasil pembangunannya dalam skala nasional.
Sumatra Barat adalah provinsi ketiga setelah Jawa Tengah dan Jawa Timur, dan provinsi pertama dan satu-satunya di luar Pulau Jawa, yang berhasil mendapat penghargaan tersebut.














