Fadel menyebut, masalah yang timbul masih berkaitan tentang penolakan masyarakat terhadap pengelolaan Desa Wisata Apar yang dipegang oleh BUMDes. Meski sudah ada perwako terkait yang dikeluarkan pada awal BUMDes dibentuk, tapi kejelasan status dan kedudukan pengelola dan peran masyarakat masih harus dipastikan.
“Tahun 2023 mulai muncul konflik kembali, diadakanlah musyawarah bersama pemuda setempat dan pemerintah daerah. BUMDes meminta kejelasan status dan kedudukan dalam pengelolaan Desa Apar serta peran masyarakat di dalamnya,” katanya.
Ia menuturkan bahwa permasalahan itu masih belum menemukan titik terang karena masih menunggu kebijakan pemerintah setempat. Oleh sebab itu, sejak Agustus 2023, pengelolaan Desa Wisata Apar harus vakum kembali.
Pada kesempatan yang sama, Fadel menyebut kebersihan dan perawatan hutan mangrove benar-benar terhenti. Namun, sejumlah pedagang tepi pantai masih tetap ada dengan pengelolaan masing-masing seperti iuran listrik dan kebersihan kawasan sekitar pondok dagangannya. (h/mta)














