KOTA SOLOK, HARIANHALUAN.ID — Di tengah melonjaknya harga bahan baku tepung dan lainnya, usaha kerupuk Sumarti terus berjalan walau terseok-seok. Hal tersebut disampaikannya kepada Haluan, Jumat (7/6).
“Sementara, jangkauan dari distribusi kerupuk yang kami produksi masih sangat terbatas, hanya seputar Kabupaten Solok dan Kota Solok saja, dan paling jauh itu hanya sampai Nagari Talang Babungo,” sebutnya.
Sehingga, ditambahkan wanita paruh baya yang disapa Buk Sum tersebut, menjadikan keuntungan yang di dapat dari hasil penjualan semakin menipis. “Dan itu, membuat kami harus sangat berhati-hati dalam memanajemen keuangan, sebab kalau salah perhitungan sedikit saja, itu bisa-bisa membuat kami segera tutup usaha,” sebutnya.
Sementara, ditambahkan Sumarti, ia juga harus mengeluarkan gaji bagi para karyawan yang bekerja padanya, yang total semuanya adalah sebanyak tujuh orang, empat orang bekerja pada distribusi atau yang bertugas memasarkan, tiga orang lagi bekerja sebagai pembuat kerupuk.
“Sehingga, yang kini bisa kami usahakan sekarang hanyalah bagaimana usaha kerupuk yang telah saya rintis bersama suami sejak tahun 1996 lalu ini tetap jalan, dan tetap berproduksi,” ungkapnya.
Untuk saat ini, usaha kerupuk yang diberi nama Boga Rasa tersebut memproduksi sekitar 300 karung kerupuk dalam sekali produksi, yang dalam satu karung tersebut dibandrol seharga 20 ribu rupiah. Dan itu belum termasuk kerupuk ukuran kecil yang ia produksi.
“Dalam sekali produksi, kalau cuaca bagus, itu dapat memakan waktu sampai empat hari, sementara kalau musim hujan, itu waktunya bisa lebih lama, bahkan bisa sampai tujuh hari, dan itu dikarenakan bahan kerupuk lambat keringnya,” katanya.
Sebab, dijelaskan Sumarti, usaha kerupuk yang dijalaninya masih memakai metode tradisional, belum memakai metode modern. Sehingga untuk mengeringkan kerupuk yang telah selesai dicetak tersebut memang benar-benar hanya mengandalkan panas matahari saja.
“Kalau untuk penghasilan, dalam sebulan, pasca Corona, normalnya kami bisa meraup sekitar Rp12-18 juta dalam sebulan, namun itu bukan pendapatan bersih, yang di dalamnya masih banyak biaya yang dikeluarkan, termasuk gaji karyawan,” pungkasnya.
Pada akhirnya, disampaikan Sumarti, di tengah kenaikan harga yang hampir-hampir gila-gilaan ini, ia hanya benar-benar bertaruh kepada nasibnya sendiri, pada nasib usahanya, terus berlanjut atau gulung tikar. (*)














