PARIAMAN, HARIANHALUAN.ID – Pemakaian batang pisang dan tebu pada prosesi kedua dalam Pesona Budaya Tabuik memiliki filosofi yang berkaitan dengan perang Karbala dan umat Islam.
Kedua batang pohon itu dipilih berdasarkan kesepakatan dari kaum agama dan kaum adat, sebelum diangkatnya Tabuik menjadi permainan anak nagari.
Ditemui Haluan, Niniak Mamak Tabuik Subarang, Suhermen Mursyid menjelaskan, prosesi itu menggambarkan ketajaman pedang Ziad Bin Syarik Attamimi.
Dia adalah algojo di perang Karbala yang menebas kepala Husain hingga terpisah dari badannya.
“Selain itu, makna lain dari prosesi ini ialah menggambarkan ketajaman pedang dan ketangkasan cucu dari baginda Rasulullah saw, Husain di medan perang,” papar Suhermen, Kamis (11/7/2024).
Adapun pemilihan batang pisang dan tebu, menurutnya memiliki filosofi yang mendalam sebagai simbol dasar tercipta dan hidupnya manusia.
“Sebab, batang pisang dan tebu ini mengandung banyak unsur air serta tumbuh dan hidup ditanah,” katanya.
Selain itu, pohon pisang dan tebu berbentuk tegak lurus dan menjulang ke langit tanpa cabang. Kedua pohon ini juga hidup mengakar di tanah.
“Makna dari perumpamaannya, bahwa kita umat muslim harus menjalankan perintah agama dengan tegak lurus atau berdasarkan Al-Qur’an dan hadis,” papar Suhermen.
Ia menyimpulkan perumpamaan batang pisang dan tebu sebagai bentuk filosofi hidup orang minang yaitu, “adaik basandi syaraq, syaraq basandi kitabullah dan syaraq mangato adaik mamakai.” (*)














