PADANG, HARIANHALUAN.ID– Mencuatnya pasangan Audy Joinaldy dan Sutan Riska dalam Pemilihan Gubernur atau Pilgub Sumbar 2024 membuka peluang akan terbentuknya tiga poros dalam pemilihan kepala daerah yang akan maju pada November mendatang.
Sebelumnya, nama yang telah muncul yaitu petahana Mahyeldi bersama Vasco dari Gerindra. Lalu Epyardi yang kini menjabat sebagai Bupati Solok.
Direktur Eksekutif Sumatra Barat Leadership Forum (SBLF), Edo Andrefson, mengungkapkan bahwa Audy Joinaldy, sebagai sosok muda dengan rekam jejak kinerja yang sudah dirasakan langsung oleh masyarakat, berpotensi menjadi kekuatan poros ketiga dalam Pilgub Sumbar 2024.
Edo menjelaskan bahwa Audy Joinaldy, yang saat ini menjabat sebagai Wakil Gubernur Sumbar, bisa menjadi figur sentral yang membentuk poros ketiga jika tidak berpasangan lagi dengan Buya Mahyeldi.
“Jika poros ketiga terbentuk, besar kemungkinan Audy Joinaldy yang akan memimpin, mengingat ia tidak jadi berpasangan dengan Buya Mahyeldi,” ujarnya kepada Haluan, Minggu (21/7).
Dikatakannya, Audy Joinaldy sebelumnya sempat dipertimbangkan sebagai calon pendamping Gubernur petahana Mahyeldi Ansharullah. Namun, karena gagal mendapatkan rekomendasi dari internal Partai Persatuan Pembangunan (PPP) hingga batas waktu yang ditetapkan oleh PKS Sumbar, namanya tidak jadi disandingkan dengan Mahyeldi.
“Audy tidak bisa memastikan rekomendasi dari PPP hingga batas waktu yang ditentukan, sehingga Buya tidak bisa menunggu lebih lama karena proses pendaftaran tinggal satu bulan lagi,” ungkap Edo.
Edo menilai, Audy Joinaldy mungkin saja mendeklarasikan maju sebagai salah satu kandidat calon Gubernur melalui poros ketiga. “Audy pernah menyatakan jika tidak dengan Buya, ia tidak akan maju di Pilgub dan akan kembali ke Jakarta. Namun, saat ini ada kabar bahwa Audy akan diduetkan dengan Sutan Riska,” tambahnya.
Pembentukan pasangan Audy-Sutan Riska sangat mungkin terjadi. PPP memiliki lima kursi di Parlemen, dan jika ditambah dengan dukungan dari PDIP, pasangan ini hanya membutuhkan dukungan satu partai lagi untuk maju di Pilgub Sumbar 2024.
“Dengan tiga dukungan partai, pasangan Audy-Sutan Riska bisa berlayar. Sedangkan untuk poros lain dengan nama berbeda sepertinya sulit, karena Ganefri sudah menyatakan tidak maju dan tidak muncul di publik selama dua hingga tiga bulan terakhir,” jelas Edo.
Di sisi lain, Direktur Eksekutif Lembaga Riset Polstra Research & Consulting, Yovaldri Riki, memiliki pandangan berbeda.
Ia memprediksi kemungkinan terbentuknya poros ketiga selain pasangan Mahyeldi-Vasco dan Epyardi Asda sangatlah kecil. Pilgub Sumbar 2024 diperkirakan akan menjadi pertarungan sengit antara pasangan kandidat incumbent Mahyeldi Vasco dan Epyardi Asda, yang masih belum mengumumkan kandidat wakilnya.
Riki menilai kemunculan Epyardi Asda adalah jawaban dari krisis kepemimpinan di Sumatra Barat yang telah berlangsung selama beberapa dekade terakhir. “Pergerakan Epyardi Asda cukup jelas dan kuat. Begitu juga dengan Mahyeldi selaku petahana yang akan berusaha keras mempertahankan status quo kekuasaannya,” ujarnya.
Riki juga menyoroti bahwa politik bersifat cair dan dinamis. Kemunculan poros ketiga yang mengusung figur lain bisa saja terjadi meskipun kemungkinannya sangat kecil. Jika terjadi pertarungan head-to-head antara Mahyeldi Vasco dengan Epyardi Asda dan pasangannya, masyarakat pemilih akan terbelah.
“Publik biasanya akan terkonsentrasi pada dua agenda: siapa penantang dan siapa petahana. Saat ini, posisi penantang sudah diisi oleh Epyardi Asda, dan pergerakannya masih sangat konsisten,” ungkap Riki.
Riki menjelaskan bahwa Epyardi Asda masih belum mengumumkan secara resmi sosok wakil yang akan mendampinginya dalam Pilgub 2024. Hal ini dianggap sebagai bentuk kehati-hatian dalam menentukan langkah politik yang paling strategis.
“Epyardi Asda tampak tenang dalam menciptakan progress politiknya, terutama dalam menentukan wakil. Pada waktunya, Epyardi akan memberikan kejutan politik,” katanya.
Menurut Riki, Epyardi Asda akan memberi warna tersendiri dalam Pilgub 2024. Sosok ini diyakini menjadi jawaban dari krisis kepemimpinan lokal yang dialami Sumatra Barat selama beberapa dekade terakhir.
“Pilgub saat ini minim tokoh, padahal Sumbar didominasi orang Minang yang sering menceritakan kejayaan masa lalu. Namun, dalam konteks hari ini, opsi kepemimpinan di Sumbar justru minim,” ujarnya. (*)














