Pengatur tatanan sosial itu dinilai menyusut seiring kemelut zaman yang semakin memudarkan keluhuran nilai-nilai tentang keminangkabauan. Penceritaan ini memberikan tatapan kritis atas pemahaman relasi nilai, warisan budaya dan kenyataan mutakhir dalam masyarakat, khususnya yang berkembang di Minangkabau itu sendiri.
Silek yang didasari sebagai gerak berbicara tentang ketegangan antara tradisi dengan percepatan yang acuh pada filosofi bumi yang dipijaknya. Kemudian disusul dengan gerak Randai dengan legarannya dan seni tradisi lainnya yang menunjukkan kekayaan seni pertunjukan Minangkabau.
Dan “Asok dari Tungku” sangat diharapkan bisa menjadi dialog karya akan situasi seni dan kebudayaan Minangkabau hari ini. Pun Ery Mefri menyelipkan harapan bahwa “Asok dari Tungku” ini sebagai pengingat marabahaya akan harmonisasi orang Minangkabau dengan seni tradisi dan alamnya yang setiap waktu berjalan, semakin nilai itu direnggut perlahan. (*)














