PADANG, HARIANHALUAN.ID —Musim kemarau telah memicu munculnya titik panas (hotspot) di sejumlah wilayah di Sumatera Barat (Sumbar). Masyarakat diminta waspadai potensi terjadinya kebakaran hutan dan lahan atau karhutla.
Kepala Dinas Kehutanan (Dishut) Sumbar, Yozarwardi Usama Putra mengatakan, berdasarkan pemantauan Sistem Informasi Deteksi Dini Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Aplikasi dan Web (SiPongi) milik Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), selama 24 jam terakhir, lima hotspot terpantau di Sumbar. Kelimanya berada di wilayah Kabupaten Pesisir Selatan (Pessel).
“Lima hotspot berwarna kuning dan merah tersebut sejauh ini terpantau di Kecamatan Tapan dan Lunang Silaut,” ujarnya.
Ia menjelaskan, pada aplikasi SiPongi terdapat dua warna yang menandakan adanya titik panas. Warna kuning menunjukkan tingkat kepercayaan 30-78 persen dan warna merah dengan tingkat kepercayaan di atas 80 persen.
“Sepekan terakhir datanya fluktuatif. Kadang naik, kadang turun. Tapi yang jelas, untuk potensi dan tingkat kerawanan sudah kami petakan. Ada enam daerah dengan tingkat kerawanan tinggi, yakni Pessel, Dharmasraya, Sijunjung, Pasaman, Pasaman Barat (Pasbar), dan Limapuluh Kota,” katanya.
Berdasarkan data yang dapat diakses di website Sipongi milik KLHK RI itu, karhutla tak hanya terjadi di kawasan hutan produksi (HP/HPL) dan hutan lindung (HL) saja.
Namun juga banyak terjadi di kawasan Areal Penggunaan Lain (APL), yang merupakan areal di luar kawasan hutan negara, yang diperuntukkan bagi pembangunan di luar bidang kehutanan.
Ia menuturkan, dalam upaya antisipasi dan penanganan karhutla itu, Dishut Sumbar telah membentuk Satuan Tugas (Satgas) Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan (Dalkarhutla).
Satgas yang lebih dikenal sebagai Brigade Dalkarhutla ini telah terbentuk di tingkat provinsi maupun di UPTD Kesatuan Pengelola Hutan (KPH). Untuk menunjang pelaksanaan tugas Satgas Dalkarhutla, Dishut Sumbar telah menyiapkan berbagai sarana dan prasarana, mulai dari peralatan manual, semi mekanis, hingga mekanis.
“Brigade Dalkarhutla sudah turun ke lapangan untuk melakukan pemantauan sekaligus pemadaman. Seperti yang baru-baru ini dilakukan Brigade Dalkarhutla Pessel, yang telah turun memadamkan api di Silaut,” ujarnya.
Di samping membentuk Brigade Dalkarhutla, Dishut Sumbar juga telah membentuk Masyarakat Peduli Api (MPA) di tingkat nagari. Pembentukan MPA merupakan strategi Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumbar memberdayakan masyarakat nagari di sekitar daerah rawan untuk membantu petugas dalam mengendalikan karhutla.
“Mereka itu menjadi ujung tombak kita dalam melakukan edukasi serta penanganan bila terjadi karhutla. Karena mereka yang berada langsung di lokasi karhutla, jadi bisa langsung bergerak begitu terjadi karhutla,” katanya.
Di sisi lain, guna mengantisipasi kejadian karhutla, pihaknya juga terus menggalakkan berbagai kegiatan sosialisasi dan edukasi. Termasuk juga patroli, bimbingan teknis kepada MPA, Rapat Koordinasi Dalkarhutla, apel siaga, dan penanggulangan/pemadaman secara terpadu dengan melibatkan instansi terkait, seperti BPBD, TNI, dan Polri.
“Semua pihak kami libatkan, lalu bersama-sama berupaya agar masyarakat tidak lagi dengan sengaja membakar lahan,” katanya.
Mengingat saat ini Sumbar diprediksi telah memasuki musim kemarau, Dishut menghimbau masyarakat agar berhati-hati dan bijak dalam menggunakan api, baik itu disengaja maupun tidak disengaja, terutama dalam rangka membuka lahan untuk berkebun atau bertani. Bagaimanapun, 99 persen penyebab karhutla disebabkan aktivitas manusia. Sementara satu persen sisanya disebabkan oleh fenomena alam.
“Tidak hanya disengaja, seperti dengan membakar lahan, tapi juga lewat tindakan tindakan yang tidak disengaja, seperti membuang puntung rokok di kawasan rawan karhutla. Atau bisa juga karena aktivitas camping atau api unggun di kawasan hutan,” ucapnya. (*)














