PARIAMAN, HARIANHALUAN.ID – Badan Pengelolaan Keuangan dan Pendapatan Daerah (BPKPD) mencatat realisasi pendapatan asli daerah atau PAD Kota Pariaman mencapai 72,85 persen dari target satu tahun Rp50,51 miliar.
Plt Kepala BPKPD Kota Pariaman, Adrial mengatakan, PAD Kota Pariaman terdiri dari pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan yang dipisahkan dan lain-lain PAD sah. Berdasarkan rincian, realisasi bea perolehan hak atas tanah dan bangunan atau BPHTB di Kota Pariaman mencapai 164 persen dari target.
Adrial menyebut, realisasi pajak atas perolehan hak atas tanah dan bangunan bisa melebihi target karena perizinan pembangunan perumahan rakyat tengah marak di daerah tersebut. Oleh sebab itu, target BPHTB pada APBD Perubahan juga akan ditingkatkan.
Selain itu, peningkatan juga terjadi pada pendapatan retribusi daerah. BPKPD mencatat, realisasi retribusi daerah per 8 Oktober 2024 mencapai 49,51 persen.
Adrial menjelaskan, besaran retribusi Kota Pariaman pada tahun ini mengalami peningkatan yang pesat. Pada tahun 2023, retribusi daerah tersebut hanya berkisar kurang dari 20 persen.
“PAD yang berasal dari retribusi memang masih di bawah 50 persen per 8 Oktober ini. Namun, angka tersebut jauh lebih tinggi dibanding tahun lalu,” katanya.
Berbeda dengan pajak daerah yang dipungut langsung oleh BPKPD. Pungutan retribusi daerah dilakukan oleh masing-masing organisasi perangkat daerah (OPD) di Kota Pariaman.
Adrial menyebut, kesadaran masyarakat dalam membayar pungutan retribusi masih rendah. Selain itu, adanya pungutan berjenjang pada kasus penyewaan kios lantaran penyewa pertama menyewakan kembali kepada orang lain atau penyewa kedua.
“Kalau kita lihat retribusi pasar, ada ditemui kasus, pemakai tempat atau kios mengaku sudah bayar kepada penyewa pertama. Tapi si penyewa pertama tidak membayarkannya ke OPD,” kata Adrial.
Ia menambahkan, pemerintah melalui BPKPD terus berupaya meningkatkan pendapatan retribusi di Kota Pariaman. Adrial mengatakan, terdapat sanksi kepada OPD yang tidak memenuhi target retribusi daerah.
“Kita sudah melakukan langkah-langkah antisipasi agar yang kita targetkan tercapai. Selain itu, juga ada sanksi seperti yang tertuang dalam perwako tentang tambahan penghasilan pegawai atau TPP,” katanya.
Ia menerangkan, sanksi tersebut berupa pemotongan TPP bagi OPD yang tidak memenuhi target anggaran daerah. Sanksi tersebut menurutnya cukup berhasil, karena setelahnya OPD terkait menjadi lebih giat dan dapat meningkatkan target anggaran yang ditetapkan melalui APBD.(*)














