SOLOK SELATAN, HARIANHALUAN.ID – Menjelang siang itu, Pak Kulan – begitu panggilan akrab Mukhlas, seorang warga Nagari Sitapus, Kecamatan Sangir Batanghari, Solok Selatan – tengah sibuk menyiapkan segala kebutuhan dan perlengkapan perahu tempelnya yang akan mengarungi Sungai Batanghari yang besar dan deras. Ia akan menuju dermaga sungai di Sitapus menunggu salah satu rombongan yang akan dibawanya ke Nagari Lubuk Ulang Aling Induk, Kecamatan Sangir Batanghari, Solok Selatan.
Jalur darat menuju ke sana tidak layak. Sungai Batanghari masih menjadi jalur utama untuk menempuh Nagari Lubuk Ulang Aling yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Dharmasraya. Untuk sampai ke Lubuk Ulang Aling, butuh waktu hingga tiga jam mengarungi aliran Sungai Batang Sangir dan Sungai Batanghari.
Dalam 180 menit perjalanan itu, Pak Kulan hanya akan sibuk memegang kendali motor tempel dan menjawab [jika ada menanyakan] segelintir pertanyaan yang datang dari rombongan yang dibawanya. Biasanya pertanyaan yang datang selalu seputar apa yang terbentang luas di Sungai Batanghari.
“Ini sudah lama saya geluti. Saya tinggal di sini dan terbilang akrab dengan sungai ini. Dari kecil saya sudah sering bermandian dan mencari ikan bersama kawan-kawan di sungai ini,” katanya kepada Haluan, beberapa waktu lalu.
Keakraban Pak Kulan dengan Sungai Batanghari menjadi wajar, membawa perahu tempel tradisional sudah menjadi ‘makanan’ dan pergelutannya dengan hidup. Dan perahunya ini seakan menjadi bagian hidup Pak Kulan untuk menambah rezekinya, demi keluarganya di rumah.
“Jika tidak ada membawa rombongan, saya biasa mencari ikan di sungai dengan perahu ini pula. Jadi sebagian besar hidup saya begitu dekat dengan perahu dan mengarungi Sungai Batanghari ini,” ujarnya.
Ibarat telah bersahabat dengan Sungai Batanghari, dan selama pengalaman hidupnya menjajal sungai nan besar ini, tentu Pak Kulan telah menyimpan kenangan-kenangan di kepalanya tentang tualang hidup dari ganasnya Sungai Batanghari yang pernah dilaluinya.
Belajar dari waktu ke waktu, pengalaman yang dilalui Pak Kulan dengan Sungai Batanghari ini telah terbungkus dengan kepekaannya memahami arus deras dan besarnya Sungai Batanghari dengan baik. Di setiap sudut dan tepian di sungai ini, Pak Kulan mungkin saja sudah tahu seluk-beluk dan apa yang tersembunyi di Sungai Batanghari.
“Insyaallah saya sudah mengenali dengan baik sungai ini apabila sedang membawa perahu. Apabila sungai besar atau sedang surut, saya tahu betul ke mana perahu akan saya arahkan. Sungai Batanghari yang besar ini ada yang dangkal dipenuhi bebatuan, dan juga ada yang dalam, bahkan cara untuk melawan atau menghindari ombak pun saya sudah mengerti,” katanya.
Saking memahaminya kondisi Sungai Batanghari, Pak Kulan yang hanya mengandalkan senter di kepalanya saja saat malam hari, sudah tahu mengarahkan perahunya ke mana. Malam yang begitu gelap menghamparkan sungai, dan bahkan sesekali cahaya bulan yang remang, Pak Kulan dapat mengendalikan perahunya dengan baik dalam malam itu.
Hal itu diakui oleh rombongan KPU Solok Selatan yang dibawanya ketika itu, saat melakukan kunjungan ke Nagari Lubuk Ulang Aling terkait penyelenggaraan pemilihan. Seperti yang dikatakan langsung oleh Ade Kurnia selaku Ketua KPU Solok Selatan, yang mengatakan Pak Kulan sangatlah mahir mengarahkan perahunya di bentangan Sungai Batanghari yang besar itu.
“Pak Kulan ibarat penghuninya Sungai Batanghari ini. Saya dan rombongan tercengang, pada saat pulang malam hari dari kunjungan, Pak Kulan tidak memiliki pencahayaan memadai. Padahal pulangnya kami melawan arus sungai pula. Dengan senter di kepala, perahu yang dikemudikan Pak Kulan terarah dengan baik sampai pulang,” katanya.
Ade pun membayangkan, di malam yang gelap, deras sungai, bebatuan, dan tepian-tepian yang rawan, begitu mudah dihindari Pak Kulan. Dengan santainya Pak Kulan mengendalikan perahunya ke kanan ke kiri, sekejap berpindah tepian untuk melancarkan jalan perahunya yang melawan arus.
“Bayangkan kalau kita 8 atau 9 jam perjalanan pulang pergi tidak akan begitu bisa mengingat medan-medan sungai ini. Tapi Pak Kulan sudah khatam dengan itu. Beliau sepertinya memang penakluk Sungai Batanghari ini,” ujar Ade yang takjub dengan Pak Kulan.
Sekilas ulasan tentang Sungai Batanghari, sungai ini merupakan sungai terpanjang di Pulau Sumatra. Panjang Sungai Batanghari mencapai 800 kilometer dengan lebar sungai bervariasi antara 300–500 meter, dan kedalaman sungai antara 6-7 meter.
Bagian hulu Sungai Batanghari berada di wilayah Provinsi Sumatra Barat, tepatnya di Gunung Rasan yang berada di Kabupaten Pesisir Selatan. Sementara hilir Sungai Batanghari berada di wilayah Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Provinsi Jambi, yang mengarah ke Selat Berhala. Daerah Aliran Sungai (DAS) Batanghari juga menjadi DAS terbesar kedua di Indonesia. Sebagian areal DAS Batanghari masuk ke dalam kawasan Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) dan Taman Nasional Bukit Duabelas (TNBD).
Sungai Batanghari juga merekam jejak peradaban yang pernah berkembang di sekitar aliran sungainya. Aliran sungai ini dahulunya juga membawa banyak deposit emas. Hal ini yang menjadi alasan munculnya julukan Swarnadwipa bagi Pulau Sumatra yang dalam bahasa Sansekerta berarti Pulau Emas. Dan pada akar sejarah itulah, hingga kini penambangan emas manual atau tambang rakyat cukup banyak ditemukan. Adanya tambang rakyat itu menyebabkan aliran sungai tercemar dan keruh. (*)














