Dijanjikan Gaji Rp12 Juta Per Bulan, Sabil, WNI Asal Sijunjung Diduga Jadi Korban Penyekapan di Myanmar

Dewi Murni (46) salah seorang ibu dari WNI bernama Muhamat Husni Sabil yang diduga jadi korban TPPO di Myanmar, saat ditemui di rumahnya di Nagari Tanjung, Kecamatan Koto VII, Kabupaten Sijunjung, Sumbar, Rabu (3/5).

SIJUNJUNG,HARIANHALUAN.ID – Seorang warga asal Kabupaten Sijunjung bernama Muhamat Husni Sabil (28) menjadi salah seorang korban dugaan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) di Negara Myanmar. Hal tersebut diungkapkan oleh ibu korban bernama Dewi Murni (46) saat ditemui wartawan, Rabu (3/5) di Jorong Tanjung Beringin Nagari Tanjung Kecamatan Koto VII.

“Anak saya sudah dua tahun merantau di Jakarta, setelah sebelumnya berangkat izin bekerja ke Thailand,” ungkapnya.

Dewi menuturkan bahwa selama merantau di Jakarta, anaknya bekerja serabutan dan terakhir berprofesi sebagai pemain figuran di salah satu sinetron. Kemudian, Sabil mendapatkan tawaran dari temannya untuk bekerja di luar negeri dengan gaji yang lebih menjanjikan ketimbang menjadi pemain figuran.

“Saat itu, anak saya dijanjikan untuk menerima gaji Rp 12 juta/bulan, hal tersebut tentunya membuat anak saya tertarik untuk bekerja diluar negeri,” terangnya.

Selain itu, Dewi menambahkan untuk semua biaya pengurusan dokumen, paspor dan biaya keberangkatan anaknya tersebut bekerja di luar negeri ditanggung oleh pihak perusahaan yang menawarkan pekerjaan⁶ tersebut.

“Jadi dengan jumlah gaji yang cukup besar itu, anak saya meminta izin kepada saya untuk pergi ke Thailand dan awal mulanya meminta izin kepada pihak keluarga untuk berkerja sebagai pemain figuran di Thailand.” tuturnya sambil meneteskan air mata.

Lebih lanjut, terkait izin dari Seorang warga asal Kabupaten Sijunjung bernama Muhamat Husni Sabil (28) menjadi salah seorang korban dugaan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) di Negara Myanmar. Hal tersebut diungkapkan oleh ibu korban bernama Dewi Murni (46) saat ditemui wartawan, Rabu (3/5) di Jorong Tanjung Beringin Nagari Tanjung Kecamatan Koto VII., pada awalnya Sabil mengatakan kepada ibunya bahwa perusahaan tersebut adalah perusahaan legal.

Dewi menuturkan bahwa pihak keluarga sudah sempat mencoba melarang Sabil untuk pergi bekerja ke luar negeri. “Sebelumnya sudah kami coba untuk melarang Sabil untuk pergi, tetapi karena gaji yang dijanjikan terbilang banyak dan sabil juga membawa harapan untuk merubah nasib keluarga, Sabil tetap berangkat,” jelasnya.

Dewi menjelaskan, Sabil berangkat menuju Thailand pada tanggal 24 November 2022, bersama dengan dua orang temannya.

“Saat sudah sampai di sana, Sabil mengatakan kepada saya bahwa dirinya tidak berada di Thailand melainkan dibawa ke Myanmar,” ucap Ibu empat anak tersebut.

“Karena anak saya ini baru pertama kali bekerja di luar negeri, sehingga tidak mengetahui apakah perusahaan tersebut legal atau ilegal,” imbuh Dewi.

Selain itu, Sabil juga mengatakan bahwa ia tidak bekerja sebagai figuran, melainkan sebagai tenaga komputer di sebuah perusahaan.

Kata Dewi, untuk bulan pertama, Sabil memang mendapatkan gaji, tetapi jauh beda dengan yang dijanjikan, yaitu Rp 6 juta pada bulan pertama.

Selanjutnya, pada bulan kedua bekerja, Sabil hanya mendapatkan gaji sekitar Rp 3 jutaan.

“Pada bulan pertama Sabil sempat mengirimkan uang sekira Rp 4 jutaan dan pada bulan kedua Rp 2 jutaan,” terang Dewi.

Pada awal bekerja, Dewi menyebut bahwa ia rutin berkomunikasi dengan Sabil, satu kali seminggu via vidio call.

Kemudian, 15 hari sekali dan sampai satu bulan sekali.

“Itupun ada jadwalnya dan diawasi saat video call, dari jam 1 sampai jam 3 siang, harus dia dulu yang menelepon, kalau kita yang menelepon tidak bisa,” katanya.

Setelah itu, kata Dewi, pada bulan ketiga Sabil mengaku tidak lagi mendapatkan gaji.

“Pada bulan ketiga, Sabil tidak lagi mendapatkan gaji, melainkan mendapatkan penyiksaan jika tidak mencapai target dalam bekerja,” tuturnya.

Pada bulan Februari 2023, saat berkomunikasi dengan Sabil, barulah anaknya tersebut mengungkapkan apa pekerjaan sebenarnya yang ia lakukan dan apa yang ia alami selama bekerja di sana.

“Ternyata anak saya itu dipaksa menjadi bekerja sebagi sindikat penipuan online dan diancam oleh perusahaan itu untuk tidak memberitahukannya,” jelas Dewi.

Kata Dewi sebelum vidio tentang anaknya viral di media sosial, ia belum berani melaporkan kejadian tersebut dan menyuruh anaknya bersabar terlebih dahulu untuk menunggu pertolongan.

“Terakhir kali saya berkomunikasi dengan Sabil itu pada Sabtu (22/4), itu dia sudah minta tolong untuk dipulangkan ke Indonesia dan tidak tahan dengan siksaan, yang diterimanya di sana,” ungkapnya.

Ada pun perkataan Sabil kepada ibunya saat terakhir berkomunikasi yaitu,

“Ma, tolong kami di sini, kami sudah disiksa, kami disetrum, kami dipukuli, tidak manusiawi lagi ma, tolong kami selamatkan kami, tolong bebaskan kami”.

Kata Dewi, sejak saat itu ia tidak pernah lagi berkomunikasi dengan Sabil hingga kini.

“Saat ini kami tidak pernah lagi komunikasi debgan Sabil, kami juga tidak tahu bagaimana kondisinya saat ini,” ungkapnya.

Ia berharap, Pemerintah Republik Indonesia, Pemerintah Provinsi Sumatera Barat dan Pemerintah Kabupaten Sijunjung untuk bisa menolong anaknya untuk segera pulang ke Indonesia.

Diketahui, Sabil merupakan anak pertama dari pasangan Syafrianto dan Dewi Murni dari empat orang bersaudara.

Selain itu, Sabil juga sudah memiliki seorang anak yang berusia 4 tahun yang saat ini dirawat oleh mantan istrinya di Sijunjung. (Ogi)

Exit mobile version