Samaratul Fuad : Pemerintah Tak Punya Solusi Kongkrit Sikapi Penolakan PSN Air Bangis

PADANG,HARIANHALUAN.ID — Ketua Tim Advokasi Warga Air Bangis, Samaratul Fuad menyebut rapat Forkopimda Sumbar dan Pasaman Barat belum melahirkan solusi dan memberikan kepastian kongkrit bagi masyarakat Air Bangis terdampak rencana PSN.

Samaratul Fuad menilai, langkah pemerintah membentuk tim investigasi terpadu untuk mendalami sejumlah indikasi pelanggaran hukum yang terjadi dibalik gerakan penolakan PSN, tidak menjawab tuntas 4 tuntutan mendasar masyarakat kepada pemerintah dan aparat kepolisian.

“Silahkan saja bentuk tim investigasi terkait dugaan mafia tanah atau segala macamnya. Namun itu tidak menjawab persoalan mendasar tuntutan masyarakat. Ini sama seperti istilahnya Sakik Kapalo, Kaki nan Diuruik,” ujarnya kepada Haluan Selasa (8/8).

Samaratul Fuad menjelaskan, masyarakat Air Bangis, mengajukan empat tuntutan kepada pemerintah dan aparat kepolisian. Tuntutan pertama, adalah penarikan seluruh pasukan Brimob yang saat ini telah disiagakan Polda Sumbar di Nagari Air Bangis.

Tuntutan itu pun, tidak terlepas dari merasa terancamnya masyarakat Air Bangis atas kehadiran pasukan Brimob yang disebut-sebut ikut mengawal operasional Koperasi Serba Usaha (KSU) Air Bangis yang membeli sawit masyarakat dengan harga murah.

“Tuntutan utama masyarakat adalah agar Gubernur Mahyeldi mencabut usulan PSN karena akan ada lahan dan wilayah hidup masyarakat yang akan terdampak dengan adanya usulan mega investasi itu, Nah, proses ini kan belum dibicarakan Gubernur sampai saat ini,” ucapnya.

Ia menyebut, menyikapi persoalan ini, Gubernur Mahyeldi bersama pihak terkait hendaknya melakukan pertemuan dengan masyarakat untuk mencarikan solusi penolakan.

Hal itu, sesuai tugas pokok pemerintah untuk menindaklanjuti dan menjalankan apa yang menjadi kebutuhan dan aspirasi masyarakat.

“Bukannya menjadi tameng bagi perusahaan yang akan mengorbankan dan menafikan keberadaan masyarakat,” tegasnya.

Samaratul Fuad menuturkan, masyarakat Air Bangis terancam terusir dari kampungnya jika PSN tetap dilanjutkan. Selain itu, kini mereka juga tidak diberikan kebebasan untuk menjual hasil kebun selain kepada koperasi.

“Jika Gubernur mengamini bahwa hasil panen masyarakat harus dijual kepada koperasi, berarti Gubernur melegalkan monopoli perdagangan yang jelas-jelas telah melanggar aturan perundang-undangan,” tegasnya.

Tokoh Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) Sumbar ini menyebut, tindakan aparat hukum yang menangkapi masyarakat yang menjual hasil panen kepada pihak selain koperasi, adalah bentuk penegakan aturan Sigaragai atau se enak perut.

“Jika hasil panen sawit yang diambil masyarakat dari dalam lahan yang berada di kawasan hutan milik negara dikatakan barang haram atau benda curian, lalu kenapa jika dijualnya kepada koperasi otomatis menjadi legal?,” tanya nya.

“Makanya saya katakan ini adalah undang-undang Sigaragai yang hanya Kalamak Dek Awak Saja. Kebijakan negara seharusnya tidak boleh seperti ini” tegasnya.

Ia menambahkan, KSU Air Bangis selaku pemegang IUUPKH Hutan Tanaman Rakyat (HTR), diduga kuat juga telah melakukan pelanggaran karena tidak pernah sekalipun melakukan aktivitas budidaya tanaman hutan selain sawit.

“Masyarakat disuruh menjual kepada koperasi HTR. Namun perlu diketahui bahwa HTR itu aktivitasnya bukan jual beli sawit seperti halnya yang dilakukan KSU Air Bangis saat ini,” jelasnya.

Samaratul Fuad menjelaskan, izin HTR, adalah izin pengelolaan kawasan hutan produksi yang sudah berstatus kritis atau tidak produktif. Jenis kegiatan yang bisa dilakukan adalah pembibitan dan penanaman tanaman hutan seperti sengon, jati dan lain sebagainya.

“Nah KSU Air Bangis ini malah menanam sawit. Jadi izin HTR macam apa itu yang sampai saat ini dia tidak pernah menanam satu batang tanaman hutan selain sawit,” jelasnya.

Atas kondisi itu, Samaratul Fuad meminta pemerintah dan aparat hukum juga menindaklanjuti serta mengevaluasi izin IUUPKH HTR skema Perhutanan Sosial yang dipegang KSU Air Bangis.

“Jadi ini yang seharusnya dibicarakan Gubernur, bukannya malah membahas hal-hal yang tidak menyentuh dan menjawab persoalan utama, Dimana para nelayan akan mencari makan, apakah mereka akan dipindahkan atau bagaimana?. Jawaban ini yang ditunggu masyarakat,” pungkas Samaratul Fuad. (fzi)

Exit mobile version