BUKITTINGGI, HARIANHALUAN.ID – Sebanyak 40 orang santri di salah satu pesantren di daerah Canduang Kabupaten Agam menjadi korban pencabulan dua orang gurunya.
Kapolresta Bukittinggi, Kombes. Pol. Yessi Kurniati mengatakan, peristiwa pencabulan tersebut terungkap setelah adanya laporan salah seorang orang tua santri kepada Satreskrim Polresta Bukittinggi tanggal 22 Juli lalu.
Dari laporan tersebut, diketahui anak pelapor tidak mau lagi masuk pesantren karena sering dicabuli oleh gurunya. Atas laporan itu, anggota Satreskrim melakukan penyelidikan dan pengembangan. Selanjutnya mengamankan dua orang pelaku yang merupakan guru di pesantren tersebut dengan inisial RA (29) dan AA (23).
“Hasil penyidikan, pelaku RA berhasil mencabuli sebanyak 30 orang santri dan pelaku AA mencabuli sebanyak 10 orang santri. Semua santri yang dicabuli dan disodomi itu adalah laki laki di tingkat sekolah menengah di pondok pesantren itu,” kata Yessi kepada wartawan di Mapolres Bukittinggi, Jumat (26/7).
Dijelaskan Yessi, modus yang dilakukan kedua pelaku adalah dengan meminta pijat, lalu meraba raba tubuh santri. Bahkan sampai mensodomi dan menyetubuhi santri.
“Modus pelaku adalah meminta pijit, kemudian meraba raba korban hingga menyetubuhui atau mensodomi korban di asrama pesantren. Jika korban menolak, maka pelaku mengancam korban tidak akan menaikkan kelas,” ujar Yessi didampinggi Kasat Reskrim dan Kasi Humas Polresta Bukittinggi.
Ditambahkannya, peristiwa pencabulan tersebut telah berlangsung sejak tahun 2022 dan berakhir ketika kedua pelaku tertangkap. Menurut pengakuan pelaku, bahwa dulunya pelaku adalah korban cabul juga. Diketahui pelaku RA sudah berkeluarga sedangkan pelaku AA masih lajang.
Menurut Yessi, penangganan dan pemulihan mental korban, pihaknya akan berkoordinasi dengan instansi terkait seperti Dinas sosial dan bagian psikologi.
Saat ini, sebagian korban masih ada di pondok dan sebagian lagi sudah ada yang pulang ke rumah orang tuanya. Barang Bukti (BB) yang berhasil diamankan polisi berupa pakaian.
Kedua pelaku diancam pidana perlindungan anak dengan ancaman 5 hingga 15 tahun ditambah 1/3 karena pelaku adalah tenaga pendidik.(*).