Dalam sehari, ia mampu menyelesaikan hingga empat pasang sandal jika proses berjalan lancar. Namun, untuk jenis tertentu yang lebih sulit, ia hanya dapat menyelesaikan satu pasang per hari.
Bahan baku berupa kulit sapi didapat Arlen dari Rumah Pemotongan Hewan (RPH) di Silaing Bawah. Ia memastikan, semua sandal buatannya menggunakan bahan alami, tanpa campuran plastik atau bahan sintetis lainnya, sehingga menghasilkan tarompa yang awet dan tahan air.
Sayangnya, harga bahan baku yang mahal, membuat Arlen hanya mampu membeli kulit sapi kering sesuai jumlah modal yang tersedia.Di tengah semakin maraknya penjual “Tarompa Datuak” di Pasar Padang Panjang, Arlen menghadapi tantangan besar.
Banyak produk yang dijual bukan hasil buatan tangan lokal, melainkan produksi dari luar daerah. Akibatnya, permintaan terhadap Tarompa Datuak buatan Arlen menurun drastis dalam dua tahun terakhir.
“Biasanya ada pesanan dari Batam, Bukittinggi, Batusangkar, bahkan ada yang dari Pulau Jawa. Sekarang sepi,” ungkapnya.
Meski demikian, ia tetap konsisten membuka usaha setiap hari dari jam 9 pagi setelah melakukan kegiatan di ladang, hingga tutup pukul setengah 6 sore. Kedai sederhana tanpa nama itu, menjadi saksi perjuangannya menjaga tradisi.
“Kalau tidak membuat tarompa, saya justru merasa jenuh. Karena ini sudah menjadi bahagian dari hari-hari saya,” katanya sambil tersenyum.