Lanjutkan Warisan Turun Temurun, Arlen Merawat Budaya Melalui Usaha Pembuatan Tarompa Datuak

PADANG PANJANG, HARIANHALUAN.ID- Di sebuah kedai sederhana di sebelah Puskesmas Pembantu Kelurahan Koto Katik, Kecamatan Padang Panjang Timur, seorang pria tengah tekun mengolah kulit sapi menjadi sepasang sandal dengan menggunakan metode manual dan alat yang sangat sederhana.

Sosok itu, Arlen (61), telah lebih dari dua dekade menjaga tradisi pembuatan “Tarompa Datuak” ini. Di Minangkabau, “Tarompa” berarti sandal, sedangkan “Datuak” merupakan gelar pemangku adat yang disandang lelaki dari suatu kaum atau suku.

Dikutip dari Laman Diskominfo Padang Panjang, Rabu (8/1/2025), tarompa buatan Arlen ini, dahulunya menjadi aksesoris penting yang dipakai para datuak untuk acara resmi adat dan budaya. Oleh sebab itu “Tarompa Datuak” tidak hanya berfungsi sebagai sandal, tetapi juga sebagai warisan budaya Minangkabau.

Usaha ini, bukan sekadar pekerjaan bagi Arlen, melainkan warisan keluarga empat generasi yang dimulai dari kakeknya. Kemudian diteruskan mamak (paman), dilanjutkan ayahnya, hingga kini berada di tangannya.

“Usaha ini adalah usaha turun temurun. Sekarang, saya berusaha agar usaha ini tetap hidup,” ujarnya dengan semangat.

Meski sederhana, proses pembuatan Tarompa Datuak sangatlah rumit. Arlen hanya mengandalkan proses pembuatan yang masih manual tanpa bantuan teknologi modern. Dimulai dari pemotongan kulit sapi, tanpa campuran bahan apapun.

Kemudian pembentukan pola, hingga tahap finishing yang memerlukan ketelitian tinggi. Untuk ukiran khasnya, Arlen mengandalkan tangan terampil dan peralatan sederhana seperti pisau, palu dan alat “pangukua karambia” atau parutan kelapa tradisional.

Dalam sehari, ia mampu menyelesaikan hingga empat pasang sandal jika proses berjalan lancar. Namun, untuk jenis tertentu yang lebih sulit, ia hanya dapat menyelesaikan satu pasang per hari.

Bahan baku berupa kulit sapi didapat Arlen dari Rumah Pemotongan Hewan (RPH) di Silaing Bawah. Ia memastikan, semua sandal buatannya menggunakan bahan alami, tanpa campuran plastik atau bahan sintetis lainnya, sehingga menghasilkan tarompa yang awet dan tahan air.

Sayangnya, harga bahan baku yang mahal, membuat Arlen hanya mampu membeli kulit sapi kering sesuai jumlah modal yang tersedia.Di tengah semakin maraknya penjual “Tarompa Datuak” di Pasar Padang Panjang, Arlen menghadapi tantangan besar.

Banyak produk yang dijual bukan hasil buatan tangan lokal, melainkan produksi dari luar daerah. Akibatnya, permintaan terhadap Tarompa Datuak buatan Arlen menurun drastis dalam dua tahun terakhir.

“Biasanya ada pesanan dari Batam, Bukittinggi, Batusangkar, bahkan ada yang dari Pulau Jawa. Sekarang sepi,” ungkapnya.

Meski demikian, ia tetap konsisten membuka usaha setiap hari dari jam 9 pagi setelah melakukan kegiatan di ladang, hingga tutup pukul setengah 6 sore. Kedai sederhana tanpa nama itu, menjadi saksi perjuangannya menjaga tradisi.

“Kalau tidak membuat tarompa, saya justru merasa jenuh. Karena ini sudah menjadi bahagian dari hari-hari saya,” katanya sambil tersenyum.

Arlen bercerita, pernah mendapatkan bantuan dari Badan Amil Zakat Nasional (Baznas), yang membantunya memulai usaha sendiri setelah bekerja dengan orang lain di Silaing selama 15 tahun. Arlen memiliki tiga anak perempuan. Meski belum sepenuhnya terjun dalam usaha ini, ia optimis tradisi ini akan mereka teruskan suatu saat nanti.

“Sayang sekali kalau tradisi ini punah. Padang Panjang harus punya kebanggaan dengan karya asli seperti ini. Tarompa Datuak bukan sekadar sandal, ini adalah jejak sejarah, simbol adat, dan bukti cinta terhadap warisan Niniak Mamak terdahulu. Saya hanya ingin tradisi ini hidup, dikenal, dan dihargai. Bukan untuk saya saja, tapi untuk Padang Panjang dan generasi selanjutnya,” katanya penuh harap.

Meski tak memiliki nama tempat usaha, pelanggan dari berbagai daerah, seperti Batam, Bukittinggi, hingga Pulau Jawa, tetap datang langsung untuk memesan karya Arlen. Sandalnya dijual seharga Rp200.000 hingga Rp250.000, tergantung jenis dan tingkat kesulitannya. (*)

Exit mobile version