HARIANHALUAN.ID – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Provinsi Sumatra Barat (Sumbar) mencatat kinerja industri jasa keuangan pada posisi Oktober 2022 tumbuh positif, di tengah meningkatnya tekanan inflasi dan pelemahan ekonomi global.
Kepala OJK Sumbar, Yusri mengatakan, ini juga sejalan dengan proses pemulihan ekonomi di Indonesia. “Aset perbankan Sumbar tumbuh 7,41 persen (year on year/yoy), Dana Pihak Ketiga (DPK) tumbuh sebesar 5,09 persen (yoy). Kredit tumbuh sebesar 7,25 persen (yoy), dengan profil risiko yang masih terjaga pada level terkendali dengan Non Performing Loans (NPL) gross tercatat sebesar 2,00 persen,” ucapnya.
Selain itu, perbankan syariah Sumatra Barat juga menunjukan kinerja yang menggembirakan. Aset dan pembiayaan perbankan syariah tercatat tumbuh masing-masing sebesar 15,29 persen (yoy) dan 23,23 persen (yoy), DPK tumbuh 15,75 persen (yoy) dan rasio Non Performing Finance (NPF) masih terjaga di posisi 1,93 persen.
Sementara untuk kinerja BPR dan BPRS di Sumatra Barat juga mengalami pertumbuhan positif. Kredit tumbuh sebesar 7,89 persen (yoy) dengan rasio NPL sebesar 7,13 persen. Dari sisi penghimpunan dana, DPK tumbuh sebesar 9,14 persen. Fungsi intermediasi BPR dan BPRS cukup baik terlihat dari Loan to Deposit Ratio (LDR) tercatat sebesar 94,73 persen dan rasio permodalan (CAR) yang terjaga pada 28,81 persen.
“Untuk industri keuangan non bank, khususnya perusahaan pembiayaan pada Oktober 2022, piutang pembiayaan mengalami pertumbuhan 6,88 persen (yoy), dan NPL mengalami perbaikan menjadi 2,59 persen dibandingkan posisi yang sama tahun lalu sebesar 3,89 persen,” ujarnya.
Sedangkan dari industri pasar modal, jumlah Single Investor Identification (SID) terus mengalami peningkatan. Pada posisi Oktober 2022, SID didominasi oleh investor reksa dana yang mencapai 131.978 investor dan kemudian disusul oleh investor saham sebanyak 61.215 investor dan investor Surat Berharga Negara (SBN) baru tercatat sebanyak 5.433 investor.
Dari 61.215 investor saham 69,21 persen dinominasi oleh investor dengan usia 30 tahun ke bawah. Jumlah SID investor saham tumbuh sebesar 32,91 persen (yoy), dengan total nilai transaksi sampai Oktober 2022 adalah sebesar Rp14,27 triliun, turun sebesar 7,67 persen (yoy).
Di sisi lain, kebijakan restrukturisasi kredit/pembiayaan bagi debitur yang terdampak penyebaran Covid-19 dinilai telah memberikan dampak positif bagi perkembangan industri jasa keuangan di Sumatra Barat, serta juga pelaku usaha dan masyarakat yang terdampak.
“Sampai dengan posisi Oktober 2022, industri perbankan di Sumatra Barat telah memberikan restrukturisasi kredit/pembiayaan kepada 64.832 debitur dengan outstanding sebesar Rp4,98 triliun,” kata dia.
Selama periode restrukturisasi kredit/pembiayaan perbankan berjalan, restrukturisasi kredit/pembiayaan dengan jumlah debitur tertinggi berada pada posisi Juni 2020 dengan total 151.807 debitur, sedangkan jumlah outstanding kredit/pembiayaan tertinggi pada September 2020 sebesar Rp10,15 triliun.
Pada posisi Juni 2022 perusahaan pembiayaan telah memberikan restrukturisasi pembiayaan kepada 95.388 debitur dengan outstanding sebesar Rp3,71 triliun. Selama periode restrukturisasi perusahaan pembiayaan, jumlah debitur dan outstanding pembiayaan masih terus mengalami peningkatan setiap bulannya, sejak awal program restrukturisasi Mei 2020 yang hanya berjumlah 3.451 debitur dengan outstanding Rp18,29 miliar.
Selain itu, OJK juga mendorong perbankan berperan aktif dalam program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN), antara lain melalui penyaluran KUR. Untuk penyaluran KUR posisi Oktober 2022, outstanding KUR yang telah disalurkan perbankan Sumatra Barat tercatat Rp8,33 triliun kepada 146.870 debitur.
Penyelenggaraan fintech peer to peer lending atau Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi (LPMUBTI) sudah diatur oleh OJK melalui Peraturan OJK Nomor 10/POJK.05/2022 tanggal 29 Juni 2022 tentang layanan pendanaan bersama berbasis teknologi informasi.
Sampai dengan tanggal 30 September 2022, jumlah lender pada layanan fintech peer to peer lending tersebut di Sumatra Barat telah mencapai 3.566 rekening dengan borrower sebanyak 230.106 rekening.
Adapun total pembiayaan yang telah disalurkan layanan fintech peer to peer lending mencapai Rp5,50 triliun dengan outstanding mencapai Rp600,96 miliar, dengan tingkat Wanprestasi Pinjaman di atas 90 hari (TWP 90) atau rasio NPL sebesar 1,53 persen.
Sampai dengan tanggal 18 Mei 2022, total jumlah penyelenggara fintech peer to peer lending atau fintech lending yang terdaftar dan berizin di OJK adalah sebanyak 102 penyelenggara. Daftar penyelenggara dimaksud diperbarui secara berkala dan dapat diakses pada website OJK.
“OJK mengimbau masyarakat untuk selalu menggunakan jasa penyelenggara fintech lending yang sudah terdaftar/berizin dari OJK,” ucapnya menutup. (*)