Awal tahun 1971, ia bulatkan tekad merantau ke Jakarta. Bermodal tekad dan financial seadanya ia memulai Toko Mas dalam jumlah gram-graman saja. Lima tahun ia jalani berjualan emas dengan sabar dan cobaan berliku. Alhasil, tahap demi tahap dan tahun demi tahun berjalan, dalam masa 4 tahun berjualan emas, usaha Azwar Wahid berkembang dari awalnya 1 toko sudah menjadi 4 toko dengan tenaga kerja lebih dari sepuluh orang.
Peduli Kampung Halaman
Azwar Wahid yang sudah mulai dikenal oleh banyak orang mempekerjakan orang kampungnya terutama dari keluarga dekatnya yang berekonomi lemah.
Tanda-tanda kesuksesan sudah nampak dengan jelas, kesabaran, ketekunan dan kejujuran yang ia pegang selama ini membuahkan hasil. Bahkan Azwar Wahid, semakin dikenal dengan label Haji Sagi.
Suatu ketika sebuah majalah terbitan Jakarta menyebut Haji Sagi sebagai Raja emas dari Andalas (Sumatera).
Saat usianya sudah menginjak 27 tahun, Haji Sagi, memutuskan untuk mencari pendamping hidupnya. Adalah Kharlina Guskha, gadis cantik asal Padang Olo, Sungai Limau tampat tambatan hatinya. Tahun 1977 mereka melangsungkan pernikahan yang waktu itu terbilang mewah.
Dari pernikahannya, Haji dikaruniai sebelas orang buah hati tiga putera delapan puteri.
Meski sebagai pasangan penganten baru waktu itu, Azwar Wahid tak terlena. Tekad ingin maju justru semakin membara, didampingi pujaan hatinya yang sangat mendukung dan mengerti dirinya. Usahanya semakin berkembang pesat, tenaga kerja yang berada di bawah pengawasannya semakin banyak mencapai ratusan orang.
Sebagai guru, ayah dan mamak, Haji Sagi menekankan kepada anak buahnya untuk selalu sabar, tekun, kerja keras dan jujur.
Meski berhasil di rantau orang, Haji Sagi tak lupa kampung halamannya. Setiap tahun ia melakukan Open House di kediamannya di Pasar Aur Malintang, masyarakat tanpa kecuali diundang makan bersama dan pulangnya diberi uang. Hal itu berlangsung setiap tahun hingga kini.