Haji Sagi, Siraja Emas dari Andalas Bangun Masyarakat Aur Malintang Dengan Kasih Sayang
HARIANHALUAN.id – Terlahir dari keluarga besar berekonomi sederhana sebagai pedagang Cabe dan ikan asin, tidak menjadikan H. Azwar Wahid minder. Justru, rasa minder diubah menjadi motivasi meraih sukses oleh perantau asal Nagari III Koto Aur Malintang Padang Pariaman tersebut.
Pria berkumis yang akrab disapa Haji Sagi oleh warga kampungnya itu menanamkan tekad untuk maju membagiakan orang tuanya sebelum berangkat ke perantauan.
“Saya ingin membahagiakan orang tua dan ingin melihat mereka bahagia dihari tuanya,” ungkap perantau yang sukses berdagang di emas di Pulau Jawa tersebut.
Restu Orang Tua
Semula, jalan untuk membahagiakan amaknya itu ia buktikan bergabung dengan TNI. Berharap sang ibu akan senang, namun sayangnya ibu sembilan anak, delapan putra satu putri ini tak ingin berpisah dengan anak bungsunya itu. Padahal Azwar Wahid sudah diterima sebagai tentara dalam pasukan elit Angkatan Laut (KKO).
Karena patuh pada amak(ibu)nya, Azwar Wahid batal berangkat ke Surabaya. Gagal jadi tentara, Azwar Wahid mencoba peruntungan sebagai PNS, dengan menjadi guru. Profesi itu hanya setahun ia jalani. Dia melihat kehidupan sebagai pegawai tak menjanjikan, serta merta Azwar banting stir dengan memasuki dunia usaha sebagai pedangang emas belajar kepada kakanya H. Samsuar.
Memiliki darah niaga yang lebih kental, dalam lima tahun saja Azwar mampu mengumpulkan modal dan melirik Jakarta sebagai tempat usaha, sebab sumbar dinilainya waktu itu tak menjanjikan.
Awal tahun 1971, ia bulatkan tekad merantau ke Jakarta. Bermodal tekad dan financial seadanya ia memulai Toko Mas dalam jumlah gram-graman saja. Lima tahun ia jalani berjualan emas dengan sabar dan cobaan berliku. Alhasil, tahap demi tahap dan tahun demi tahun berjalan, dalam masa 4 tahun berjualan emas, usaha Azwar Wahid berkembang dari awalnya 1 toko sudah menjadi 4 toko dengan tenaga kerja lebih dari sepuluh orang.
Peduli Kampung Halaman
Azwar Wahid yang sudah mulai dikenal oleh banyak orang mempekerjakan orang kampungnya terutama dari keluarga dekatnya yang berekonomi lemah.
Tanda-tanda kesuksesan sudah nampak dengan jelas, kesabaran, ketekunan dan kejujuran yang ia pegang selama ini membuahkan hasil. Bahkan Azwar Wahid, semakin dikenal dengan label Haji Sagi.
Suatu ketika sebuah majalah terbitan Jakarta menyebut Haji Sagi sebagai Raja emas dari Andalas (Sumatera).
Saat usianya sudah menginjak 27 tahun, Haji Sagi, memutuskan untuk mencari pendamping hidupnya. Adalah Kharlina Guskha, gadis cantik asal Padang Olo, Sungai Limau tampat tambatan hatinya. Tahun 1977 mereka melangsungkan pernikahan yang waktu itu terbilang mewah.
Dari pernikahannya, Haji dikaruniai sebelas orang buah hati tiga putera delapan puteri.
Meski sebagai pasangan penganten baru waktu itu, Azwar Wahid tak terlena. Tekad ingin maju justru semakin membara, didampingi pujaan hatinya yang sangat mendukung dan mengerti dirinya. Usahanya semakin berkembang pesat, tenaga kerja yang berada di bawah pengawasannya semakin banyak mencapai ratusan orang.
Sebagai guru, ayah dan mamak, Haji Sagi menekankan kepada anak buahnya untuk selalu sabar, tekun, kerja keras dan jujur.
Meski berhasil di rantau orang, Haji Sagi tak lupa kampung halamannya. Setiap tahun ia melakukan Open House di kediamannya di Pasar Aur Malintang, masyarakat tanpa kecuali diundang makan bersama dan pulangnya diberi uang. Hal itu berlangsung setiap tahun hingga kini.
Tak heran, ketika terjadi keterlambatan, masyarakat akan bertanya-tanya apakah Pak Sagi tak pulang kampung? Begitulah ketokohan Haji Sagi yang selalu dirindukan warga kampung halamanya itu.
Peduli Dunsanak di Rantau
Setelah sukses sebagai pedagang, Haji Sagi Siraja Emas dari andalas itu juga sangat dinantikan masyarakatnya dalam membangun kampung halaman. Dunia pendidikan menjadi perhatianya, melalui pengaruh dan kepemimpinannya kini telah berdiri dengan megah SMK, MAN dan MTs. Bahkan mesjid tua yang dibangun pada zaman Belanda yang porak- poranda akibat gempa tahun 2009 ia pugar dengan merangkul pengusaha-pengusaha muda hasil binaannya untuk bersama-sama merenofasi mesjid itu.
Tak hanya di kampung halaman, keharuman nama Haji Sagi juga membahana di rantau, Haji Sagi merupakan tokoh motifator bagi generasi baru dalam pengembangan usaha pribadi mereka. Haji Sagi, juga menjadi pelopor berdirinya berbagai organisasi masyarakat, seperti Ikatan Keluarga Ampek Koto Aur Malintang (IKAKO) dan banyak jurai-jurai lain berdiri yang bertujuan membangun jembatan hati antara ranah dan rantau dalam wilayah IV Koto Aur Malintang.
Ketika dihubungi melalui telpon selularnya, Haji Sagi ingin masyarakatnya maju, tak ada yang miskin berpendidikan tinggi membangun kampung halaman sejajar dengan daerah lain.
“Saya ingin masyarakat kita sejahtera lahir bathin, maju dan berkembang penuh kharomah,” ujar Haji Sagi yang juga berhasil melahirkan dan membina puluhan bahkan ratusan pengusaha toko mas yang tersebar di berbagai kota di Indonesia tersebut. (*)