HARIANHALUAN,ID – Tekun dan gigih, itulah kesan yang terpatri dalam keseharian Amir Syaiful Edi, yang lebih kerap dipanggil AS Edi. Begitu menamatkan sekolahnya di SMK Negeri I Pariaman pada tahun 1980, AS Edi sempat melang-lang buana ke daerah Riau, untuk mengadu peruntungan guna mencari pekerjaan.
Meski berbekal ijazah SMK, AS Ed bertekad mendapatkan pekerjaan yang baik untuk menapak masa depan yang lebih cerah. Di Riau, tepatnya Dumai, AS Edi sempat bekerja dengan perusahaan kilang minyak milik Korea Selatan. Setahun di sana, ia hengkang ke perusahaan anak perusahaan Jepang, tak betah bekerja sama dengan orang Jepang, AS Edi putuskan meninggalkan Riau menunju Tanjung Enim, Sumatra Selatan.
Di Provinsi pempek itu, Edi bergabung dengan perusahan milik Jerman Barat, Stalhbaw GmbH, yang bergerak di bidang pertambangan batu bara hingga tahun 1984. Jiwa kritis dan suka restorasi yang ada dalam dirinya, Edi merasa kebebasannya terbelenggu. Akhir tahun 1984, ia pun membuat keputusan untuk menentukan jalan hidupnya dengan karya sendiri dan berhenti dari perusahaan yang memberikan ia pengalaman yang berharga selama tiga tahun itu.
Edi, meninggalkan Tanjung Enim dengan berbagai pengalaman yang berharga sebagai bekalnya dalam meneruskan masa depan yang penuh keyakinan. Sungai Limau, tempat dimana ia dilahirkan menjadi tujuannya.
Permulaan tahun 1985, Edi membuka lembaran baru dengan bergabung bersama MTs Swasta Sungai Geringging, menjadi tenaga pengajar. Ternyata pengalaman menjadi guru inilah yang menjadi modal AS Edi dalam menata dunia pendidikan kemudian hari. Sambil mengajar, Edi belajar mengenal lebih dekat bagaimana proses lahirnya sebuah institusi pendidikan.
Dan ia melihat bahwa pendidikan tak hanya sebatas mengajar secara akademik, namun jauh dibalik itu institusi pendidikan merupakan pondasi penting dalam membangun karakteristik generasi mendatang. Kekuatan pondosi keilmuan dan kejiwaan merupakan hal yang sangat menentukan bagi kemajuan anak bangsa pada masa-masa yang akan datang.
Dengan jiwa kritisnya, Edi melihat bahwa banyak kelemahan mendasar dari kurikulum pendidikan yang harus dibenahi, baik secara akademik maupun tenaga pengajar. Menurut AS. Edi, yang pernah menduduki kursi legislatif pada tahun 2004 hingga 2009, yang diusung Partai Golongan Karya ini, guru hari ini lebih banyak bersifat “mencerek” atau hanya sekedar menuangkan ilmu yang ada di kepalanya.
Padahal sesungguhnya guru juga mempunyai tanggungjawab dalam menumbuhkan daya kreatif, inovatif anak didik, agar lebih mampu membuka ruang imajinasi yang fenomenal dalam menerjemah pendidikan itu sendiri. Anak didik tidak diberikan ilusi tak berujung dalam menyambut hari esoknya, namun yang lebih penting adalah bagaiman anak didik itu mampu menciptakan sebuah kreasi yang dapat menopang kehidupannya dan memberikan sumbangan dalam membangun manusia cafasity boulding Indonesia di era kekinian.
Menyadari hal itu, Edi yang merupakan anak ketujuh dari 11 bersaudara, putra Mr. Mansyurdin dengan Hj. Azimar ini mencoba ilmu yang ia serap di MTs Sungai Geringging. Edi mempelopori berdirinya SMP Swasta Koto Bangko, yang kelak menjadi SMPN 3 Sungai Geringging. Tak hanya membangun gedung, Edi juga menerapkan buah pikiranya dalam membina anak didiknya untuk berpikir dan bernalar luas. Setahun kemudian, sekolah itu dicadangkan untuk dinegerikan.
Belum merasa puas, Edi juga mempelopori berdirinya MTs Batu Basa di kampung halaman Nida Ulhasanah, gadis pujaannya yang dinikahinya tahun 1984. Di bawah Yayasan Al Maa’rij yang dipimpinnya, MTs Batubasa menjadi pilihan oleh masyarakat karena memang telah memperlihatkan tanda-tanda akan berkualitas. Pada waktu bersamaan, AS Edi juga merintis berdirinya SMA IV Koto Aur Malintang bersama beberapa tokoh pendidikan lainnya, seperti Marlius dan (alm) Said Usman.
Lima tahun kemudian, didukung oleh pengusaha sukses Haji Sagi pada awal tahun 2012, AS Edi mempelopori berdirinya SMK I Aur Malintang dan MAN Aur Malintang. Keduanya kini sudah dinegerikan oleh pemerintah, sementara MTs Korong Lancang Aur Malintang, tak lama lagi juga akan dinegerikan.
Pada pertengan tahun 2014, Edi kembali membangun institusi pendidikan, yakni SMK yang fokus mempelajari tentang kelautan, maka SMK itu kini diberi nama SMK Maritin Nusantara, yang berlokasi di Padang Olo Sungai Limau. Kini ayah tiga orang putri ini benar-benar menikmati hasil karyanya.
Lima sekolah yang berbeda, SMP Koto Bangko, MTs Batu Basa, MAN, SMA, SMK IV Koto Aur Malintang dan MTs Swasta Simpang Lancang, kini kian sukses meski dirinya tak lagi diikutsertakan. Kenapa hal itu bisa terjadi?.
Kepada penulis Edi menyebut, ia bertekad dan bekerja keras agar apa yang menjadi tanggungjawabnya sampai pada tujuan akhir. Kini, SMK Maritim Nusantara menjadi pelabuhan akhir karyanya, dalam membangun anak bangsa sesuai dengan cita-cita dan visi pandangnya, terutama tentunya dunia pendidikan. (*)