HARIANHALUAN.id—Penjualan sektor properti dan perumahan di Sumatra Barat pada awal tahun 2023 ini masih cenderung agak lesu.
Hal itu dikatakan oleh Wakil Ketua Real Estate Indonesia (REI) Sumbar Meldian ketika dikonfirmasi oleh Haluan di Padang, Rabu (15/2).
“Jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya, biasanya bulan Januari dan Februari ini sudah agak lumayanlah penjualan.
Tapi kondisi sekarang agak berbeda kondisinya. Penjualan sekarang bisa dikatakan agak lemah atau slow lah,” ujar Meldian menjelaskan.
Ia mengatakan kemungkinan masih lambatnya penjualan rumah pada saat ini adalah karena faktor berkurangnya daya beli masyarakat.
“Kemudian faktor suku bunga dan juga isu resesi yang kemungkinan ikut mempengaruhi sehingga banyak orang yang menahan dulu untuk membeli rumah,” ujarnya.
Namun dikatakannya, ia tetap optimis penjualan rumah yang dibangun oleh anggota REI Sumbar pada tahun ini bisa di atas pencapaian tahun lalu.
Ia mengatakan pada tahun 2022 lalu untuk rumah subsidi yang dibangun oleh pengembang yang tergabung dalam REI Sumbar sekitar 5 ribu unit.
“Itu untuk REI Sumbar saja, kalau untuk keseluruhan yang dibangun pengembang dari asosiasi lain bisa di atas 8 ribu unit rumah subsidi,” jelasnya.
Sedangkan untuk penjualan rumah komersil, tipe 40 ke atas mulai dengan harga Rp300 juta, ada kisaran seribuan unit pada tahun 2022 lalu.
“Pada tahun 2023 ini kita harapkan untuk penjualan rumah subsidi bisa mencapai 6 ribu unit dengan harga rumah subsidi yang dipatok di Sumbar saat ini Rp150.500.000.
Ia mengatakan saat ini ada 100 pengembang yang aktif di seluruh Sumbar, sedangkan keseluruhan anggota bisa mencapai 200 pengembang.
Dikatakannya di REI Sumbar, hampir 60 persen diantaranya merupakan developer/pengembang yang fokus pada pembangunan rumah subsidi.
“Banyak pengembang rumah subsidi karena rumah subsidi harganya memang lebih terjangkau. Peminatnya banyak, tapi kendalanya susah mencari tanah mentah.
Kebanyakan saat ini dibangun di luar Padang untuk lokasi pemukiman rumah subsidi seperti Padang Pariaman. Kalau di Padang sudah susah.
Tambah lagi biaya perizinan, sertifikat, pemecahan sertifikat itu lumayan tinggi sehingga jika dihitung-hitung dengan harga Rp150 juta itu sudah tak masuk.
Makanya REI mengusulkan kenaikan harga untuk rumah subsidi karena sudah tidak masuk harganya dengan kondisi sekarang,”katanya.
Ia mengatakan secara umum kendala yang dihadapi adalah ketersediaan lahan di dalam kota untuk pembangunan rumah subsidi susah.
“Harga pokok tanah tidak sesuai untuk bangun rumah subsidi. Kedua tingginya biaya pemecahan sertifikat terlebih lagi di luar daerah.
Kemudian kita juga terkendala dengan tata ruang yang baru. Sekarang banyak yang berstatus lahan sawah yang dilindungi, sudah terlanjur dibeli oleh developer.
Padahal sebelum lahan itu dibeli, status tata ruang itu belum ada . Dalam setahun terakhir inilah aturan terkait tata ruang ini diberlakukan,” ujarnya.
Dikatakannya untuk mensiasati pembangunan rumah banyak developer mencari lahan di luar kota yang lahannya cocok untuk pembangunan rumah subsidi.
“Kita berharap masalah perizinan, izin lokasi, izin prinsip dan yang terutama sertifikat pemecahan kalau untuk rumah subsidi harus rendah,” tutupnya. (*)