Dan ketika keluarga tercintanya melihat mahakarya pertama Asrial, orang-orang terdekatnya itu pun mengusulkan karya Asrial menjadi sumber ekonomi. Mengingat di usia senjanya yang tidak banyak beraktivitas, Asrial menerima usulan keluarganya dan kemudian mulai menekuni hobinya itu dari hari ke harinya.
Hingga sekarang ini, di kedai kecil tempat usaha percetakan anaknya, dan sembari menjual bahan bakar minyak (BBM) eceran, Asrial menyalurkan kepiawaiannya membuat karya miniatur tersebut. Asrial mulai merasakan hobi dan karyanya itu bisa bernilai ekonomis yang akan membantu menambah pendapatan keluarganya.
Menariknya, Asrial tetap mengandalkan kayu bekas sebagai bahan dasar pembuatan karya miniaturnya. Selain menghemat biaya, setidaknya penggunaan kayu bekas olehnya juga turut berperan dalam keramahan lingkungan.
“Saya memiliki kesibukan dengan hal yang saya senangi. Dan menekuni ini secara serius sudah hampir lima tahun. Karya miniatur dapat saya selesaikan dalam seminggu atau lebih. Saya lebih dominan membuat miniatur rumah gadang,” jelasnya.
Sejak beberapa tahun terakhir ini, Asrial telah banyak menghasilkan berbagai karya miniatur seperti rumah gadang, jam gadang, dan ikon-ikon daerah yang bernuansa keminangkabauan. Selain itu, sesekali Asrial juga membuat miniatur mobil jenis bus dan truk.
Harga jual karya miniatur Asrial sendiri diukur dari bentuk dan tingkat kerumitannya. Harga jualnya bervariasi mulai dari harga ratusan hingga jutaan rupiah. “Kalau bentuk kecil dan tingkat kerumitan rendah, itu berkisar 300, 400 atau 500. Ukuran besar dengan kerumitan tinggi seperti pembuatan motif ukiran rumah gadang itu bisa dijual kisaran 2 jutaan. Dan harga tertinggi yang pernah saya jual itu senilai Rp6 juta miniatur rumah gadang yang agak berukuran besar,” ujarnya.