Selama menjalankan bisnisnya, Nurhayati dibantu oleh beberapa orang pekerja. Ada yang bertugas mencari penumpang, sementara lebihnya menyumbangkan tenaga untuk memutar bianglala tradisional itu.
“Karena ini wahana tradisional, cara memainkannya juga masih memakai tenaga manusia. Nanti, ada yang bertugas memutar kincirnya searah dari kecepatan sedang hingga paling cepat, setelah itu dipelankan kembali sebagai tanda permainan berakhir,” papar pemilik Buayan Kaliang tersebut.
Penumpang yang menaiki kincir kayu tersebut juga cukup beragam, dari anak-anak, remaja hingga dewasa. Untuk menjaga keamanan penumpang, pengelola biasanya mengingatkan untuk pegangan dan mewaspadai benda bawaan yang sekiranya mudah menyangkut.
Lebih lanjut, Nurhayati menceritakan, usaha tersebut sudah berjalan sejak lama. Setiap tahun, pada momen lebaran Idul Fitri, ia selalu mendirikan Buayan Kaliang di kawasan Pantai Gandoriah.
Berbeda dari tahun-tahun sebelumnya, kali ini ia merasakan penurunan omzet yang signifikan. Dahulu, Nurhayati bisa memperoleh pendapatan kotor hingga Rp2-3 juta setiap satu unit Buayan Kaliang.
Menurutnya, penurunan tersebut disebabkan oleh semakin banyaknya objek wisata yang aktif di Kota Pariaman, sehingga terjadi penyebaran pengunjung.