Teks foto: Pakar Ekonomi Syariah, Huriyatul Akmal
PADANG, HARIANHALUAN.ID – Pakar Ekonomi Syariah dari UIN Imam Bonjol Padang, Huriyatul Akmal berpendapat potensi Sumbar sebagai kiblat ekonomi syariah perlu dikaji ulang.
Hal ini setidaknya berdasarkan indikator literasi dan inklusi Keuangan syariah.
Huriyatul menjelaskan Indeks literasi keuangan syariah mencerminkan bagaimana pengetahuan masyarakat Sumbar terkait keuangan syariah yang dibagi lagi menjadi beberapa bagian seperti perbankan, asuransi, pasar modal dan lain-lain.
Sedangkan indeks inklusi mencerminkan seberapa baik akses masyarakat terhadap lembaga keuangan syariah.
“Sejauh ini kedua indeks ini masing-masing tidak mencerminkan satu sama lain. Artinya indeks inklusi yang cenderung lebih tinggi, tidak mencerminkan pengetahuan masyarakat terhadap ekonomi dan keuangan syariah,” ujarnya kepada Haluan, Selasa (5/11).
Ia menambahkan bisa saja seseorang sudah menggunakan produk keuangan syariah, namun tidak begitu mengerti tentang produk-produk yang lebih kompleks dan beragam.
Lebih jauh dijelaskannya, kondisi ini sebetulnya paradoks dengan prestasi-prestasi Sumbar dalam bidang ekonomi syari’ah. Sebut saja Adiwiyata syariah yang menempatkan Sumbar di peringkat 1 nasional untuk tahun 2023.
“Bagi saya, membangun literasi keuangan syariah ini mesti sejalan dengan inklusi keuangan syariah. Program-program literasi keuangan syariah yang dirancang selama ini masih bersifat seremonial dan belum menyentuh lapisan masyarakat secara luas,” tuturnya.
Di sini, peran lembaga keuangan dan stakeholder ekonomi syariah sangatlah diperlukan, terutama dalam mengedukasi masyarakat.
Disamping itu, Menurut Huriyatul penggarapan pasar ekonomi syariah ini sebetulnya sudah berlangsung, namun mungkin masih belum maksimal.
“Kita bisa lihat salah satu indikatornya mungkin konversi Bank Nagari menjadi full syariah. Apakah kegagalan konversi ini merupakan wujud respon masyarakat yang masih belum sepenuhnya mau berpindah ke bank syariah, atau kendala politik dalam menyepakati konversi bank nagari,” ucapnya.
Adapun kendalanya, Ia rasa lebih ke ketersediaan infrastruktur ekonomi dan keuangan syariah.
Misalkan masyarakat mau menggunakan bank syariah di daerah-daerah, di pelosok, belum tersedia ATM.
“Ini sepertinya sepele, akan tetapi akan sangat mempengaruhi preferensi masyarakat menggunakan produk laga keuangan syariah,” ucapnya.
Tidak kalah penting berikutnya edukasi yang belum maksimal kepada masyarakat luas.
“Bisa saja kita amati, seberapa sering konten ekonomi syariah dijadikan sebagai bahan ceramah di masjid-masjid, kan masih jarang,” tuturnya menutup. (*)