HARIANHALUAN.ID – Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sumatra Barat (Sumbar), Irsyad Syafar mengungkapkan bahwa pemekaran nagari banyak nilai-nilai positifnya, di antaranya semakin dekatnya pelayanan kepada masyarakat dan bertambahnya Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) ke Sumbar.
“Tentunya dengan pemekaran nagari, otomatis jarak antara masyarakat dengan layanan pemerintah semakin dekat. Kalau nagarinya besar tentu jauh, jika sudah dimekarkan semakin dekat pelayanan tersebut,” ujarnya.
Irsyad Syafar mengatakan, dengan pemekaran nagari semakin merata kue pembangunan, karena setiap nagari tentu mendapatkan dana desa dari APBN, dengan bertambah nagari tentu bertambah pula dana nagarinya.
“Nagari kita jumlahnya sedikit dibandingkan dengan desa di provinsi lain, seperti Provinsi Aceh yang jumlah penduduknya imbang dengan Sumbar, tapi gampong yang menjadi desa struktur pemerintahan terendah itu kecil, efeknya mereka mendapatkan dana desa dari APBN besar sekali,” katanya.
Sumbar, kata Irsyad, dahulunya ketika memilih pemerintah terendah adalah nagari dan belum ada dana desanya, yaitu semangatnya merawat menjaga keutuhan adat salingka nagari.
Menurutnya, dimasa pemerintahan akhir Gamawan Fauzi, pilihan terendah adalah nagari tidak jorong, yaitu dalam rangka merawat budaya Minang adat salingka nagari.
Menurutnya, kenapa tidak jorong karena tidak ada persentase adat, karena Kerapatan Adat Nagari (KAN) adanya cuma di nagari. Tapi ketika di pemerintahan Jokowi atau diujung jabatan SBY ada dana desa, yang awalnya pemerintah pusat ingin membagi proposional berdasarkan jumlah penduduk, kemiskinan, jauhnya dari pusat pemerintahan maju provinsi, ada beberapa hal untuk membagi kue dana desa.
“Kemudian, belakangan Keppres dicabut SBY dan akhirnya setiap nagari rata-rata dapat Rp1 miliar dan ada penambahannya di sisi lain. Oleh karena itu, Sumbar yang nagari sedikit, tentu sedikit pula mendapatkan APBN, provinsi lain yang desa kecil-kecil beruntung dapat dana desa besar, seperti Provinsi Aceh yang ribuan desanya,” katanya.
Lebih jauh Irsyad mengatakan, Sumbar pemerintahan di bawah nagari masih ada jorong. Di sisi anggaran dengan pemekaran nagari tentu bertambah APBN masuk ke Sumbar dalam hal ini ke nagari-nagari baru, sehingga positif kue pembangunan menjadi semakin merata. Pelayanan lebih dekat dan nagari atau dana desa Rp1 miliar dulunya hanya satu nagari, sekarang menjadi dua nagari kan menjadi besar.
Tapi tantangannya bagaimana dengan KAN, tanah ulayat. Pasalnya, KAN dengan salingka nagari, jika nagari dipecah akan ada timbul problem, seperti di Kabupaten Pesisir Selatan yang paling banyak pemekarannya, mereka beruntung dana desa karena sepertiga dana desa masuknya ke Pessel.
“APBN banyak masuk, tapi juga ada tantangan adat, adat salingka nagari. Begitu nagari dipecah ada tantangannya , apakah KAN dipecah, jika tidak dipecah bagaimana. Dan dipecah bagaimana, disinilah potensinya,” ujarnya.
Irsyad Syafar menambahkan, perlu ada kesiapan secara kultural atau adat untuk menghadapi pemekaran nagari, yaitu adanya antisipasi dan jangan sampai adat rusak dan terbelah tanah ulayat yang masih dijaga. Kemudian tentu akan timbul efek-efek seperti selisih pendapat seperti tapal batas nagari.
“Kita aja antar provinsi dan kabupaten kota masih ada selisih tapal batas. Dengan pemekaran nagari tentu juga potensi perselisihan tapal batas, dan ini mesti diantisipasi dengan baik jika tidak akan menjadi hal yang negatif,” ucapnya. (*)