SOLOK, HARIANHALUAN.ID – Dari balik kuali besar yang beraroma harum rempah, lahirlah sebuah kuliner legendaris khas Kabupaten Solok “Samba Ambu-Ambu”. Tak sekadar hidangan, masakan berwarna hitam pekat ini menyimpan filosofi hidup dan warisan budaya yang dijaga turun-temurun oleh masyarakat Nagari Guguak Sarai, Kecamatan IX Koto Sungai Lasi.
Kabupaten Solok yang terkenal dengan 14 kecamatan penuh panorama alam indah, ternyata juga kaya akan ragam kuliner tradisional. Salah satu yang paling istimewa ialah samba ambu-ambu, hidangan wajib dalam berbagai acara adat, terutama baralek manangah.
Keunikan samba ambu-ambu terletak pada kelapa parut yang disangrai hingga hitam lalu digiling halus, sebelum dicampur dengan usus kambing rebus, potongan nangka muda, rebung bambu muda, serta ikan kering.
Kuah santan berbumbu cabe giling, bawang merah, bawang putih, serai, dan lengkuas menjadi dasar racikan. Setelah matang, warna hitam pekat dengan minyak berkilau menjadi ciri khas yang menggugah selera sekaligus mengundang rasa penasaran.
Ketua Bundo Kanduang Nagari Guguak Sarai, Bundo Murtina, menegaskan bahwa samba ambu-ambu bukan hanya sekadar masakan. “Hidangan ini warisan turun-temurun yang wajib ada dalam setiap acara adat. Filosofinya dalam, misalnya kepala ikan kering yang tidak boleh dibuang melambangkan niniak mamak yang tak boleh tergadai budinya dan harus konsisten dalam perbuatan,” ucapnya.
Para bundo kanduang yang dikenal dengan sebutan rubiah di Guguak Sarai juga berperan penting melestarikan kuliner ini. Mereka berharap generasi muda tidak hanya mencicipinya, tetapi juga mampu memasak dan menjaga keberlangsungan budaya kuliner leluhur tersebut.
“Samba ambu-ambu adalah identitas kami. Selagi ada generasi yang mau melanjutkan, maka budaya ini tidak akan pernah hilang,” tutur Bundo Murtina dengan penuh harap. (*)