Menambahkan penjelasan tentang alek baik (pesta) oleh angku niniak mamak salah satunya Datuak M. Bangsodirajo sebagai Mamak Adat Suku Tanjuang. Ia membenarkan semua yang sudah disampaikan Pusako Batanam juga tokoh masyarakat, Syafrizal.
Ia juga mengatakan, badoncek diwaktu alek baik, alek buruk yang diketahuinya sejak zaman dahulu sudah jadi budaya. Tradisi badoncek di Batu Basa Nagari III Koto Aur Malintang dengan tujuan meringankan beban masyarakat yang punya hajat.
Alek Baik atau alek buruk yang sedang dihadapi, suka atau duka, semua bisa berjalan sesuai rencana dengan bahu membahu dan tolong menolong. Itupun untuk badoncek tidak saja masyarakat di kampung, juga masyarakat anak nagari yang di perantauan ikut badoncek. “Ranah dan rantau saling membahu memberi pertolongan dalam kegiatan apapun yang ada di kampuang juga di nagari,” ujarnya.
Salah satu masyarakat, katanya, bernama Edi. Baralek pengantin perempuan (anak daro) yang sudah berlangsung di Kampuang Batu Basa, Nagari III Koto Aur Malintang. Alhamdulillah, pendapatan hasil badoncek berjumlah puluhan juta rupiah, barang emas puluhan potong (bentuk) dan bawaan dari apak mandeh satu ekor sapi.
“Syukur pada Allah, alek selamat, semua biaya terbayar, itu pun masih ada sisa uang dan barang emas,” tutur Datuak.
Sementara Wali Nagari III Koto Aur Malintang, Azwar Mardin saat ditemui di kantornya memberikan apresiasi kepada jurnalis, yang ingin mengisahkan mengenai tradisi budaya badoncek di Kampung Batu Basa, Nagari III Koto Aur Malintang, Kecamatan IV Koto Aur Malintang.
“Semoga kedepannya, masyarakat lebih meningkatkan kebersamaan, toleransi tolong menolong, bahu membahu baik secara basuku dalam kampung, juga dalam banagari, serta dengan pemerintahan. Membangun kerja sama dengan masyarakat ranah dan rantau untuk kemajuan beritikad menuntaskan kemiskinan,” tuturnya. (*)