HARIANHALUAN.ID – Tradisi budaya masyarakat Minangkabau sangat kental dengan gotong royong, bersama bahu membahu dan tolong menolong, seperti filosofi adat Minang, yakni ringan samo dijinjiang (tenteng), barek samo di pikue (pikul).
Contohnya pada kegiatan alek baik atau alek buruak dengan kata istilah yang artinya alek baik adalah acara pesta, sementara alek buruak yaitu acara duka atau kemalangan yang terjadi di tengah masyarakat.
Dalam arti bahu membahu dan tolong menolong itulah saatnya masyarakat dengan badoncek, membantu meringankan beban masyarakat dalam kondisi menghadapi alek baik atau alek buruak.
Namun demikian acara alek baik atau baralek (pesta) ada tiga roman, antara lain baralek pengantin marapulai (laki), baralek pengantin anak daro (perempuan) atau baralek batagak kudo-kudo (tagak rumah).
Menurut Iskandar, mamak pusako yang disebut Pusako Batanam dalam Suku saat ditemui jurnalis Harianhaluan.id, Kamis (12/1/2023) menuturkan, di kampuang ini daerah Batu Basa dalam Suku Tanjuang, terkhusus saya ceritakan Nagari III Koto Aur Malintang, Kecamatan IV Koto Aur Malintang, Kabupaten Padang Pariaman.
Ia menceritakan, setiap dunsanak (famili) atau keluarga ingin mau mengadakan hajatan baralek selalu melakukan badoncek di akhir hari pesta malamnya, yang disebut malam bretong di dalam balerong, dengan dipandu seorang protokol lelang untuk mengimbaukan nama-nama yang badoncek alias panggilan sebutannya.
Nilai badoncek-nya dari puluhan ribu rupiah sampai nilai jutaan rupiah, sesuai ukuran kemampuan. Ada juga badoncek barang emas, seperti cicin emas, kalung emas, gelang emas dan yang unik sekali ada yang namanya bawaan pemberian dari apak mandeh atau bawaan dari bako selain dari uang dan barang emas, bahkan ada yang membawa memberikan sapi atau kerbau dan lain-lainnya.
“Lanjutan kata pusako batanam, di malam baretong di paduduak kan dulu (dihadiri) dalam balerong baretong, angku ninik mamak, imam khatik, pusako batanam, panitia alek (baralek), pusako pusako, urang sumando, tuan rumah dan pemuda pemudinya. Selesai acara badoncek mahimbuakan nama orang yang bapanggilan, dihitung hasil badoncek dan isi kotak yang dberikan tamu undangan dari siang sampai malam untuk menentukan pendapatan hasil baralek, dihimbaukan oleh protokol lelang,” ucapnya.
“Beragam hasil pendapatan didapat oleh masyarakat yang mengadakan baralek (pesta), jumlah nilai pendapatannya mulai dari puluhan juta rupiah sampai ratusan juta rupiah, tambah lagi beberapa bentuk barang emas,” sambung Syafrizal, salah seorang tokoh masyarakat.
Selanjutnya ia katakan, dunsanak mengadakan hajat baralek diawali musyawarah dulu dengan menghadiri mamak adat suku dengan sebutan datuak, imam khatik, yang dua nama ini dinamakan orang gadang baduo dalam suku, pusako-pusako, mamak pusako batanam, tokoh masyarakat, sumando, panitia baralek yang sudah dibentuk kepengurusan dalam suku, saudara, saudara lain dan tetangga sekeliling lingkungan.
Musyawarah (barapek) dengan tujuan untuk mencari kesepakatan, menentukan kapan bulan atau hari, tanggal baralek yang baiknya ditetapkan, dengan istilah dicari hari nan baik katiko nan elok, diberi pokok oleh panitia, diizinkan oleh mamak adat dalam suku (datuak), disitulah hari ditentukan untuk baralek.
“Di saat itu juga, si tuan rumah menyampaikan pokok baralek ke panitia baralek sesuai keinginan kebutuhan untuk baralek,” ucapnya.
Menambahkan penjelasan tentang alek baik (pesta) oleh angku niniak mamak salah satunya Datuak M. Bangsodirajo sebagai Mamak Adat Suku Tanjuang. Ia membenarkan semua yang sudah disampaikan Pusako Batanam juga tokoh masyarakat, Syafrizal.
Ia juga mengatakan, badoncek diwaktu alek baik, alek buruk yang diketahuinya sejak zaman dahulu sudah jadi budaya. Tradisi badoncek di Batu Basa Nagari III Koto Aur Malintang dengan tujuan meringankan beban masyarakat yang punya hajat.
Alek Baik atau alek buruk yang sedang dihadapi, suka atau duka, semua bisa berjalan sesuai rencana dengan bahu membahu dan tolong menolong. Itupun untuk badoncek tidak saja masyarakat di kampung, juga masyarakat anak nagari yang di perantauan ikut badoncek. “Ranah dan rantau saling membahu memberi pertolongan dalam kegiatan apapun yang ada di kampuang juga di nagari,” ujarnya.
Salah satu masyarakat, katanya, bernama Edi. Baralek pengantin perempuan (anak daro) yang sudah berlangsung di Kampuang Batu Basa, Nagari III Koto Aur Malintang. Alhamdulillah, pendapatan hasil badoncek berjumlah puluhan juta rupiah, barang emas puluhan potong (bentuk) dan bawaan dari apak mandeh satu ekor sapi.
“Syukur pada Allah, alek selamat, semua biaya terbayar, itu pun masih ada sisa uang dan barang emas,” tutur Datuak.
Sementara Wali Nagari III Koto Aur Malintang, Azwar Mardin saat ditemui di kantornya memberikan apresiasi kepada jurnalis, yang ingin mengisahkan mengenai tradisi budaya badoncek di Kampung Batu Basa, Nagari III Koto Aur Malintang, Kecamatan IV Koto Aur Malintang.
“Semoga kedepannya, masyarakat lebih meningkatkan kebersamaan, toleransi tolong menolong, bahu membahu baik secara basuku dalam kampung, juga dalam banagari, serta dengan pemerintahan. Membangun kerja sama dengan masyarakat ranah dan rantau untuk kemajuan beritikad menuntaskan kemiskinan,” tuturnya. (*)