Ketua KWT Aia Malambuih, Wantemi mengatakan, kegiatan ini bermula dari diskusi dengan Palanta Anak Nagari (Paga) dan Posyantek Rafflesia Jaya Bersama Nagari Koto Rantang, untuk mencari jalan keluar dari kelangkaan dan melonjaknya harga pupuk yang sering terjadi.
“Alhamdulillah, kami telah menerapkan selama dua musim tanam sampai saat ini dan ketergantungan akan pupuk kimia sudah bisa diatasi. Karena hanya membutuhkan sedikit pupuk kimia di setiap musim tanam, dan sekarang sedang menuju organik. Sebab, pupuk yang didapat berasal dari dapur sendiri, khususnya POC dan MOL sudah cukup banyak selama persiapan musim ke musim. Kalau untuk kompos padat, memang masih terbatas, karena bak komposter yang tersedia masih terbatas,” ujarnya.
Ia mengatakan, memang kendala yang ada saat ini tentang pengadaan komposter. Sampai saat ini anggota KWT bergerak secara mandiri, dengan menggunakan bekas ember cat yang ditumpuk, sehingga kapasitas pembuatan kompos masih terbatas, namun untuk POC bisa didapat setiap saat.
“Harapannya, mungkin dengan gerakan dari dapur kami para ibu-ibu di KWT bisa menjadi salah satu solusi pengolahan sampah di nagari. Ke depan, KWT bekerja sama dengan komunitas Paga dan Posyantek Raflesia Jaya Bersama telah merencanakan untuk pengolahan sampah lebih maksimal dengan budidaya maggot,” tuturnya. (*)