KWT Aia Malambuih Panen Padi Perdana di Tahun 2023

Kontributor Anton Irza

KWT Aia Malambuih

HARIANHALUAN.ID – Kelompok Wanita Tani (KWT) Aia Malambuih, Nagari Koto Rantang, Kecamatan Palupuh, melakukan panen perdana padi sawah tahun 2023, dengan teknologi salibu untuk periode ketiga di lokasi area percontohan kelompok di Luak Aia, Jorong Batang Palupuh.

Area percontohan yang diterapkan teknologi salibu seluas dua hektare dari total area garapan sawah yang dimiliki kelompok seluas 20 hektare. “Saat ini, kelompok memiliki anggota aktif berjumlah 15 orang,” ujar Ketua Kelompok Wanita Tani Aia Malambuih, Wantemi, Senin (23/1/2023).

Sistem tanam salibu diterapkan KWT Aia Malambuih, merupakan teknologi budidaya padi dengan memanfaatkan batang bawah, setelah panen sebagai penghasil tunas yang akan dipelihara. “Teknik ini memungkinkan dalam satu kali tanam, petani bisa panen tiga kali dalam setahun,” ujarnya.

Kemudian teknik ini juga mengurangi biaya produksi, tenaga dan waktu, sehingga dapat meningkatkan produksi dan kesejahteraan petani, sehingga diharapkan mampu menjadi salah satu kegiatan ketahanan pangan berkelanjutan yang menguntungkan bagi kelompok dan nagari.

Teknik salibu ini dikombinasi dengan sistem tanam Jarwo 2:1, dengan jarak 20x10x40 yang sebelumnya telah diterapkan dan terbukti mampu meningkatkan produksi panen padi 30 hingga 50 persen.

Namun masih ada beberapa kendala yang dihadapi KWT dalam menyosialisasikan teknologi salibu di tengah masyarakat. Sampai saat ini, kegiatan dilakukan secara mandiri dan tanpa pendampingan dari instansi terkait, seperti Dinas Pertanian, sehingga anggota hanya bisa belajar dari media dan lingkungan di luar daerah.

“Kendala seperti jarak tanam yang dimodifikasi secara signifikan dengan teknik Jarwo 2:1 cukup membuat masyarakat takut untuk mencontoh, walaupun bisa menambah populasi dan hasil panen, namun karena masih ditanam manual, sehingga membutuhkan waktu yang lebih lama dan bibit yang lebih banyak dibanding sistem tanam tegalan biasa,” ujarnya.

Penangan di saat panen juga masih terkendala sumber daya. Karena masih mengandalkan sistem manual, sabit dan erek. Dan sedikit mengandalkan satu alat modifikasi untuk erek padi dengan penggerak mesin potong rumput yang dibuat oleh salah satu anggota KWT. Sehingga masih membutuhkan waktu yang sedikit lama untuk penanganan hasil panen.

Lalu mengenai penanggulangan hama, khusus burung. Sebab dalam satu tahun kalender, teknik salibu memiliki satu putaran musim panen berlebih dibanding sistem tapin biasa, sehingga membuat padi rentan diserang hama burung. Untuk itu, KWT masih memanfaatkan TTG sederhana, seperti benang dan tali perak, serta layang-layang.

“Dalam hal ini juga dipengaruhi oleh jenis padi yang ditanam. Saat ini, KWT menanam varietas bujang marantau yang buahnya terlihat keluar, berbeda dengan varietas kuriak yang buahnya lebih merunduk,” katanya.

Mengenai ketersedian bibit unggul yang sesuai. Sampai saat ini KWT telah mendatangkan beberapa bibit berkualitas dari luar secara mandiri. Ada beberapa varietas, seperti JAPONICA, PIM, Inpari 32, serta bujang marantau. Namun belum menemukan benih lokal bersertifikat yang menjadi padi unggulan Koto Rantang, seperti kuriak dan kuriak kusuik.

KWT juga belum memiliki alsintan yang mampu mendukung kegiatan ini lebih optimal, seperti traktor bajak, alat tanam dan mesin pemanen. Walaupun sudah beberapa kali mendapatkan janji bantuan, tapi sampai saat ini masih belum terealisasi.

Meskipun ada banyak tantangan untuk membuat perubahan, KWT Aia Malambuih tetap konsisten dengan apa yang telah dimulai, di tahun 2023 ini KWT Aia Malambuih akan terus menerapkan teknologi salibu dan pola tanam Jarwo 2:1 dengan area yang lebih diperluas. Dan akan membuat pematang sawah menjadi lebih menguntungkan dengan menanam tanaman produktif seperti sayuran sekaligus sebagai refugia padi.

Waktemi juga berharap untuk mendapatkan pendampingan khususnya dari Ddinas Pertanian, agar bisa mendapatkan pertunjuk dan bimbingan anggota KWT Aia Malmbuih bisa mendapatkan hasil yang lebih maksimal lagi ke depan dan serta diterapkan secara masif di Kenagarian Koto Rantang. (*)

Exit mobile version