SIJUNJUNG, HARIANHALUAN.IDA – Lantunan salawat nabi yang didendangkan terus datang dari setiap arah secara silih berganti. Gemuruh suaranya bersama petasan yang dimainkan oleh anak-anak terus terdengar tanpa hentinya.
Pekik dendang salawat nabi dengan kolaborasi irama dendang kearifan lokal dan suara petasan yang dilantunkan oleh sekelompok orang itu, terus mengudara dari rumah menuju pandam pakuburan (pendam perkuburan).
Sebuah tradisi yang terus dijaga dengan baik oleh masyarakat Nagari Padang Laweh Selatan, Kecamatan Koto VII, Kabupaten Sijunjung. Tradisi itu mereka sebut dengan Badikia. Badikia ini merupakan tradisi turun-temurun yang hanya ada di Nagari Padang Laweh Selatan dan sekitarannya. Tradisi ini hanya dapat ditemui usai pelaksanaan ibadah salat Id Hari Raya Idulfitri.
Badikia secara bahasa Indonesia disebut dengan berzikir. Badikia ini merupakan sebuah tradisi arak-arakan dengan tujuan berziarah ke kuburan keluarga atau kaum suku yang diiringi dengan dendang salawat nabi dan dendang khas masyarakat Padang Laweh Selatan.
Berbeda dengan berziarah pada umumnya, Badikia di Padang Laweh Selatan ini memiliki ciri khas tersendiri dalam pelaksanaannya. Dan itulah yang menjadikannya menarik dan identik.
“Yang uniknya itu adalah saat menuju pandam pakuburan, kita arak-arakan bersama kaum suku dengan mendendangkan salawat nabi dengan irama dendang yang khusus seperti dendang Minangkabau. Para ibu-ibu akan menjunjung dulang yang biasanya berisi air dan bunga-bunga. Sembari arakan, anak dan kemenakan yang masih usia belia juga mengikuti dari belakang dengan menghidupkan petasan,” kata Miun, selaku salah satu pelaku tradisi Badikia kepada Haluan, Minggu (14/4/2024).
Dalam arakan Badikia itu, kata Miun, para pedendangnya akan didatangkan dari imam/khatib masjid maupun induk surau di Nagari Padang Laweh Selatan, sesuai dengan surau kaum sukunya masing-masing.