Teks foto: Makmur, salah seorang petani dari Nagari Asam Kumbang Gantiang Bayang Pessel, saat panen padi MTOT, Sabtu (26/10). FARDIANTO
PESISIR SELATAN, HARIANHALUAN.ID – Kabupaten Pesisir Selatan kini menjadi sorotan dalam dunia pertanian dengan keberhasilan para petaninya menerapkan metode Mulsa-Tanpa Olah Tanah (MTOT) dalam budidaya padi.
Bahkan, para petani bisa menikmati keuntungan hasil hingga 35 persen dibandingkan dengan tanam konvensional.
Makmur, salah seorang petani dari Nagari Asam Kumbang Gantiang Bayang, Kecamatan Bayang Utara Kabupaten Pesisir Selatan yang berhasil meningkatkan hasil panennya dengan menerapkan basawah pokok murah dan ramah lingkungan di lahan miliknya sendiri.
Perubahan yang dilakukan lansia berusia 76 tahunan itu berawal dari dirinya mendapatkan pelatihan dari Yayasan FIELD Indonesia (Farmers’ Initiatives for Ecological Livelihoods and Democracy) pada program Udara Bersih Indonesia (UBI).
Berawal dari ajakan dan pelatihan tersebut, Makmur serasa terpanggilnya untuk merangsang minat bertani serta mengubah pola pikir bertani selama ini yang konvensional.
Melalui program itu, Makmur mengaku mendapatkan pendampingan yang berguna bagi dirinya dalam meningkatkan produktivitas pertanian.
“Ada yang mengajak dan mengajarkan saya bersawah menggunakan metode MTOT. Tapi karena baru pertama kali saya coba dulu, setelah melihat hasil panen hari ini rencana saya akan tanam semua dengan MTOT,” ujarnya ketika ditemui di sawahnya saat tim FIELD berkunjung bersama awak media, Sabtu (26/10).
Sementara itu, Koordinator UBI wilayah Pesisir Selatan Asmarmon mengatakan, bahwa UBI bergerak di Indonesia di 8 provinsi, salah satunya di Sumbar.
Sumbar sendiri ada tiga kabupaten yang dinaungi UBI, diantaranya Pesisir Selatan, Dharmasraya, dan Solok Selatan.
Pola tanam yang dilakukan dengan menerapkan metode MTOT dalam budidaya padi dapat meningkatkan produksi padi dan mengurangi biaya produksi.
Pola tanam ini dilakukan dengan bedeng-bedeng dan menggunakan jerami sebagai mulsa untuk menghambat pertumbuhan gulma.
Dikatakannya, sesuai dengan perkembangan dengan hasil yang melebihi dan banyak petani berminat, bahkan di Sungai Kayo Bayangada petani yang membuat terobosan tanpa setetespun pestisida dan sebutir pun pupuk kimia.
“Hasilnya sangat bagus, dengan diganti dengan pupuk cangkang telur yang bisa di buat sendiri. Manfaatnya ada mengandung kalsium yang cukup tinggi dan magnesium serta forfor, jadi sangat berfungsi untuk tanaman,” ujarnya.
Asmarmon mengatakan, pihaknya sudah mencoba di seluruh Pesisir Selatan, termasuk Dharmasraya dan Solok Selatan, ditemukan di lapangan perbandingan berdampingan antara MTOT dengan konvensional.
Hasilnya, jika dihitung konvensional paling besar satu rumpun batangnya kisaran 17-31 cm, sedangkan MTOT paling kecil 31 cm dan besar sampai 60 cm lebih, dan ini real ditemukan di lapangan.
Artinya terjadi dua kali lipat. Apalagi daerah sawah yang tinagan atau sawah yang mengandung zat besi merusak dilakukan MTOT sangat bagus sekali.
“Hasilnya bisa dua kali lipat dibandingkan konvensional, 100 persen peningkatan, biasanya hasil sawah 1 karung di MTOT bisa 2 karung. Jadi MTOT hemat biaya, bersawah pokok murah,” ujarnya.
Saat ini, di Pesisir Selatan sudah 50 lebih hektare yang bersawah dengan MTOT, dengan 800 orang petani.
Sementara itu, PIC FIELD Indonesia Perwakilan Sumbar, Isra mengatakan, program UBI yang dikembangkan Yayasan FIELD Indonesia adalah sebagai bentuk peran aktif mendukung program-program pemerintah dalam mengurangi risiko perubahan iklim, pembakaran lahan pertanian, dan menciptakan udara bersih di Indonesia, khususnya di wilayah Sumatera dan Kalimantan.
“Penerima manfaat langsung Program UBI ini adalah masyarakat petani melalui pelatihan-pelatihan praktik pertanian yang dapat mewujudkan udara bersih. Di Sumbar, kita sudah hadir di beberapa kabupaten,” katanya. (*)