Sambuiklah salam nan dari kami
Dari lah Gamad Pituah Minang
Ambiaklah kayu buek ka gala
Dibaok urang di tangah hari
Sambuiklah salam sarato sambah
Sambah tasusun sapuluah jari
PADANG, HARIANHALUAN.ID — Lagu pun bersenandung, menyemai musiknya. Rentak kaki mengikuti ketukan musik yang berirama pelan dan ceria. Mulut-mulut penonton mengeja lirik-lirik lagu yang dimainkan. Begitulah lagu gamaik dipanggungkan Gamad Pituah Minang yang berpanggung di Gedung Manti Menuik Ladang Tari Nan Jombang, Senin lalu.
Senandung gamad itu dalam Festival Nan Jombang (FNJ) Tgl3. Pada pertunjukan yang ketiga kalinya di tahun ini, bertepatan pula dalam suasana bulan suci Ramadan. Dua lagu religi Alhamdulillah dan Obat Hati pun menjadi pembuka pertunjukan oleh Gamad Pituah Minang.
Tradisi Bagamaik jadi dasar lahirnya grup Gamad Pituah Minang. Grup ini lahir sejak 2018 lalu. Pada FNJ Tgl3, Gamad Pituah Minang menyertakan sembilan lagu yang dibawanya ke pertunjukan malam selepas Tarawih itu.
Setelah dua lagu religi membuka pertunjukannya, Gamad Pituah Minang memulai gamadnya. Lagu Siti Padang langsung memantik penontonnya. Sentuhan gamad merambah seisi panggung. Akordeon dan biola begitu dominan dalam nyanyiannya. Disusul dengan alat musik lain seperti kibor, bas, drum elektrik, dan ketipak-ketipuk gendang serunai.
“Memang begitulah adanya Bagamaik. Lagu gamad yang memang kami terima dari orang-orang tua gamad setidaknya terlihat dari pertunjukan yang kami bawakan,” kata personel Gamad Pituah Minang, Eka Melayu.
Gamad Pituah Minang lahir 2018 lalu. Namun, muncul pada 2022 di mana empat tahun sejak berdirinya, grup ini lebih mendahului prosesnya ketimbang berpanggung langsung.
“Kondisi covid ketika itu membuat kami semakin intens berproses dan memantapkan bagamaik ini. Kami senang bagamaik karena kesenian ini melihatkan kedekatan masyarakat dengan musik,” katanya.
Eka Melayu dkk Gamad Pituah Minang punya harapan besar, agar bagamaik tetap memiliki tempat dan panggungnya. Sebab gamaik tak hanya menjadi seni rakyat begitu saja, namun menyimpan nilai-nilai kolektif lainnya yang saling menguatkan.
Tentang Bagamaik
Sekilas tentang Bagamaik, kesenian musik ini merupakan paduan seni vokal dan musik yang berasal dari budaya Minangkabau. Tepatnya bagi orang-orang di pesisiran Pantai Barat Sumatera. Bagamaik atau gamad ini lahir karena komunikasi dua atau lebih budaya lewat musik.
Di pesisiran Pantai Barat Sumatera, bandar pelabuhan menjadi sarang pertemuan berbagai etnis. Pusat sejarah bergejolak di sana — pelabuhan. Orang Minang, Tionghoa, Nias, dan Belanda saling bertemu. Pertemuan mereka tidak hanya menyoal pelayaran dan perdagangan. Termasuk juga musik dan seni lain mengakulturasikan budaya yang ada.
Begitu pula Bagamaik menunjukkannya. Dalam literaturnya, Bagamaik sudah dirintis sejak 1920-an. Namun Gamad oleh sebagian kalangan dianggap bukan musik tradisi Minangkabau, karena instrumen musik yang digunakannya alat musik barat seperti akordeon, biola, bas, gitar dan yang lain.
Akibat penggunaan alat musik barat inilah yang akhirnya gamad memiliki sentuhan dan kebaruan dalam musiknya. Lirik-lirik Minangkabau yang maknawi disentuh dengan alunan musik barat, membuat gamad berkarakter dan memiliki identitasnya.
Bagamaik dalam penjelasan orang tua gamad memang sukar dipastikan dari mana asalnya. Sampai kini Bagamaik lebih dekat dengan orang-orang pesisiran di Sumatera, terlebih di Kota Padang yang banyak ditemui. Sehingga Bagamaik disebut kesenian musik bagi orang pesisiran Minangkabau, meski dalam musiknya gamad juga beralunan melayu.
Sekilas Bagamaik dengan sentuhan musik barat berpadu dalam lirik lokal, ibarat kesenian ini bagai pelipur lara oleh masyarakat pesisiran Minang. Kata lain, ini juga musik rakyat. Setiap Bagamaik, lagu dan musik yang bersenandung selalu mampu membawa tiga atau lebih orang yang ikut bernyanyi dan bergoyang bersama. (*)