Nurhayati Subakat: Perempuan Minang yang Memadukan Ilmu, Tekad, dan Kepedulian

CEO Paragon, Nurhayati Subakat


Oleh: Riga F. Asril

Nurhayati Subakat adalah bukti sahih betapa briliannya perempuan Minangkabau, dan perempuan Indonesia pada umumnya. Berangkat dari kandasnya cita-cita menjadi seorang dosen, Nurhayati kemudian menapaki jalan hidup menjadi pengusaha. Kini, pendiri dan CEO PT Paragon Technology and Innovation (PTI) itu adalah ratu kosmetik Indonesia, sekaligus penyandang gelar Doktor Kehormatan dari almamaternya, Institut Teknologi Bandung (ITB).

Menjadi lulusan terbaik Jurusan Farmasi ITB tahun 1975, membuka asa Nurhayati untuk menjadi dosen. Namun, angan perempuan kelahiran Padang Panjang 27 Juli 1950 itu urung terwujud, sehingga ia pun terdampar di dunia kerja dengan meniti karir dari bawah, sebagai apoteker di salah satu apotik di Tasikmalaya, Jawa Barat.

Tak lama berselang, Ranah Minang memanggilnya pulang. Rumah Sakit (RS) Jati, atau saat ini Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Dr. M. Djamil Padang, menjadi pelabuhan berikutnya. Nurhayati bekerja sebagai apoteker berstatus honorer dengan gaji Rp20 ribu per bulan. Pekerjaan itu ia tekuni sejak 1976 hingga 1978.

Tibalah ketentuan Allah. SWT, pada April 1978, Nurhayati dipinang oleh Subakat Hadi, yang lantas juga mempertemukan dirinya dengan Jakarta. Sembari mendampingi suami bekerja, Nurhayati bergabung di perusahaan Wella Cosmetics sebagai apoteker. Lebih kurang lima tahun berjalan sejak 1979 hingga 1985, ia sudah menjabat Quality Control Manager di perusahaan itu.

Namun karena berbagai alasan, Nurhayati melepas status karyawan dari dirinya, dan memilih untuk merintis usaha sendiri. Berbekal keilmuan, pengalaman, dan pengetahuan selama kuliah dan bekerja, Nurhayati mendirikan PT Pusaka Tradisi Ibu (PTI) pada 1985 dengan fokus produksi kosmetik kecantikan. Perusahaan ini yang kemudian menjadi cikal dari PT Paragon Technology and Innovation. Tetap dengan akronim PTI.

Nurhayati memulai perjalanan PTI dengan bantuan hanya dua karyawan. Produk perawatan rambut dengan merek “Putri” adalah produk pertama yang dilempar ke pasar, hingga merebut pangsa pasar salon-salon kecantikan karena kualitas dan harganya yang terjangkau.

“Respons pasar Alhamdulillah sangat bagus. PTI terus berkembang hingga tahun 1990 sudah mempekerjakan 25 karyawan,” kata Nurhayati kepada Haluan, saat berbincang-bincang via zoom, Senin (4/10) lalu.

Peran Besar Keluarga

Nurhayati ditempa sedari kecil untuk menjadi perempuan tangguh dan pantang menyerah. Peran besar keluarga, terutama sekali kedua Orang Tua dan Neneknya, sangat menentukan dalam pembentukan karakternya.

Nurhayati Subakat dengan sejumlah penghargaan. (dok. pribadi)

“Nenek saya orang yang sukses dengan usaha rumahannya, dan semua anaknya mengenyam pendidikan yang cukup. Padahal beliau orang tua tunggal. Begitu pun Ibu saya, sejak Bapak berpulang saat usia saya 16 tahun, Ibu menjadi orang tua tunggal bagi delapan anak, yang kemudian menjadi orang-orang berpendidikan dan rata-rata bergelar doktor,” katanya lagi.

Nurhayati kemudian mengejawantahkan keteladanan yang ia peroleh dari keluarga besarnya itu ke dalam lima nilai karakter, yang menjadi pegangan hidupnya hingga kini, termasuk dalam berusaha. Nilai-nilai itu ialah, Ketuhanan, Kepedulian, Kerendahan Hati, Ketangguhan, serta Inovasi.

Di samping itu, kesuksesan Paragon hingga saat ini, dipastikan Nurhayati tak akan terwujud tanpa pertolongan dan kasih sayang Allah SWT. Selain itu, kolaborasi dan inovasi selalu menjadi kunci utama hingga Paragon menjadi raja di negeri sendiri lewat produk-produk kecantikannya.

Berawal dari kesulitan menemukan kosmetik halal di pasaran, PT PTI yang baru dilanda musibah kebakaran dan mencoba untuk bangkit kembali, meluncurkan brand Wardah pada 1995. Wardah pun menjadi pelopor kecantikan halal di Indonesia kala itu.

Setelah bertahun-tahun merambah pasar kosmetik nasional, Nurhayati kemudian melakukan peluncuran ulang (relaunching) Wardah pada 2009, dengan konsep yang lebih modern. Pada saat bersamaan, tren hijaber tengah berkembang pesar, sehingga dentum kesuksesan Wardah menjadi tak terbendung untuk menjadi penguasa pasar.

Bagi Nurhayati, momentum itu lagi-lagi adalah pertolongan Allah untuk dirinya. Setelah Wardah berkembang sangat pesat, Paragon mulai membidik pasar yang lebih luas. Setelah menjadi raja di negeri sendiri, misi merajai pasar global pun mulai didengungkan. Saat ini Paragon mempekerjakan lebih dari 10.000 karyawan. Perluasan pasar, tentu akan menyerap lebih banyak tenaga kerja.

Peduli sebagai “Pakaian”

Hidup yang Bermakna adalah tujuan hidup bagi Nurhayati. Sederhananya, ia ingin usaha yang dibesarkan dapat memberi manfaat bagi banyak orang. Bagi dirinya, berusaha bukan sekadar mencari keuntungan, karena jika hanya berorientasi ke sana, musibah kebakaran 1990 akan menjadi akhir dari perjalanan usahanya.

Nurhayati Subakat. (dok. pribadi)

“Musibah saat itu juga musibah bagi karyawan saya, sehingga tak ada alasan bagi saya untuk berhenti melanjutkan usaha setelah kejadian itu,” ucap Nurhayati mengenang.

Bahkan saat Paragon sudah menjadi penguasa pasar, sambungnya, orientasi usaha itu tak pernah berubah. Kata Nurhayati, jika orientasinya hanya keuntungan, maka sudah lama ia menerima tawaran menjual perusahaan dari banyak pihak. Namun, nilai-nilai yang ia pegang teguh, dan kemudian disalurkan pada seluruh orang di Paragon adalah, bahwa bekerja bukan sekadar untuk uang.

Kemurahan hati Nurhayati lewat Paragon sudah menjadi buah bibir di mana-mana. Bahkan, saat pandemi Covid-19 melanda pada 2020 lalu, Paragon menyumbang Rp40 miliar melalui pemerintah, dalam usaha menghentikan laju penyebaran Covid-19. Menurut Nurhayati, donasi itu adalah respons spontan perusahaan.

Berbuat di Kampung Halaman

Setinggi apa pun terbangnya bangau, pulangnya tetap ke kubangan. Bagi Nurhayati, kampung halaman juga ranah pengabdian. Saat ini, Nurhayati bersama beberapa tokoh tengah berusaha merevitalisasi kampus bersejarah, INS Kayu Tanam. Melihat kondisi INS hari ini, dan mengingat begitu banyak tokoh nasional yang lahir dari rahimnya, Nurhayati merasa dirinya wajib turun tangan.

“Lokasinya luas dan banyak fasilitas di sana yang tidak dimaksimalkan. Selain membangkitkan kembali sisi pendidikannya, saya berharap INS bisa mengelola fasilitas dan potensi yang ada, seperti potensi eduwisata. Wisata edukasi. Nanti hasil dari pengusahaan itu bisa digunakan sepenuhnya untuk kelanjutan operasional sekolah,” katanya.

Sebagai orang Minang, Nurhayati mengaku sudah terdidik untuk tekun dan gigih sejak kecil. Ia menyadari bahwa begitu banyak pepatah dan filosofi Minangkabau yang membentuk karakter dirinya hingga menjadi Nurhayati yang sekarang. Seperti, pepatah Alam Takambang Jadi Guru hingga Tatumbuak Aia Dibelok an yang mengandung makna pentingnya berinovasi.

“Saya ingat, dulu ibu saya bilang hidup harus Basumbek Ikua Lukah. Artinya, kurang lebih, jangan sampai air yang masuk, itu keluar semua. Sederhananya, kita harus berhemat,” katanya.

Pada akhirnya, usaha yang dijalankan Nurhayati juga yang kemudian mengantar dirinya menjadi perempuan pertama yang memperoleh gelar doktor kehormatan, atau Doktor Honoris Causa (HC) dari almamaternya, ITB. Tepat 5 April 2019, gelar itu dilekatkan dan mempertegas keberhasilannya berkiprah sebagai pengusaha yang ilmuan. (*)

Exit mobile version