PADANG, HALUAN — Pemenuhan hak pendidikan bagi siswa disabilitas selama masa pandemi menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah. Selain itu, pembelajaran jarak jauh (PJJ) yang tidak berjalan efektif berdampak pada terjadinya lost learning, atau hilangnya kesempatan pelajar untuk mendapatkan pengetahuan.
Pengamat Pendidikan dari Universitas Negeri Padang (UNP), Z Mawardi Effendi mengatakan, sejak pandemi Covid-19 terjadi, peralihan model belajar secara drastis pada penerapan PJJ dengan pemaksimalan teknologi, belum ramah terhadap anak-anak disabilitas.
“Berbicara soal hak atas pendidikan, tidak ada perbedaan. Semuanya berhak mendapatkan akses pendidikan. Keterbatasan peserta didik disabilitas dalam menggunakan teknologi juga jadi salah satu faktor tidak optimalnya pembelajaran yang mereka terima selama pandemi,” ujar Mawardi kepada Haluan, Selasa (2/11).
Menurut Mawardi, peserta didik disabilitas memerlukan ketersediaan teknologi khusus yang berbeda dengan yang digunakan pelajar lainnya. Sebab, secara umum sistem PJJ sendiri juga belum berjalan efektif, baik di sekolah pendidikan umum, atau pun di sekolah berkebutuhan khusus.
Di samping itu, kata Mawardi lagi, dengan kebijakan sekolah inklusif, sekolah dan guru juga wajib mempersiapkan atau menyediakan metode pembelajaran khusus bagi setiap peserta didik disabilitas. Sebab, cara atau metode yang digunakan tidak bisa disamakan antar satu pelajar dengan pelajar lain.
“Memang siswa ini masih berada di kelas yang sama, tetapi porsi pembelajaran yang diberikan harus berbeda. Ini yang harus dipahami betul oleh sekolah dan guru, terutama di saat proses belajar mengajar jarak jauh,” katanya lagi.
Selain itu, Mawardi menilai, pemerintah dan dinas terkait belum memiliki pedoman atau konsep khusus untuk pembelajaran yang tepat digunakan bagi siswa disabilitas. Sehingga, akses belajar siswa disabilitas menjadi terganggu, karena perhatian yang minim dari pemerintah.
Mawardi menambahkan, pengembangan model pembelajaran di kondisi new normal bagi peserta didik disabilitas harus berdasarkan pada data dan kebutuhan di lapangan. Hal itu diperlukan untuk menentukan siswa disabilitas seperti apa yang sangat membutuhkan pehatian dan bimbingan saat proses pembelajaran berlangsung.
“Misal, untuk siswa tunanetra, membutuhkan modul pembelajaran dengan braille, maka perlu disediakan komputer khusus untuk tunanetra. Pemerintah wajib untuk mengembangkan model pembelajaran dengan berbasis pada data. Agar tidak ada diskriminasi bagi peserta didik disabilitas,” katanya.
Menurut Mawardi, dengan kembali berlakunya pembelajaran tatap muka (PTM) secara terbatas, diharapkan bisa memenuhi kebutuhan belajar siswa disabilitas ke depan. Sehingga, gap ketertinggalan yang terjadi akibat pademi atau lost learning bisa diperkecil.
Hal itu ikut dibenarkan oleh Kepala Sekolah Luar Biasa (SLB) Karya Padang, Lestari, bahwa pelaksanaan sekolah daring bagi siswa disabilitas tidak berjalan efektif. SLB yang berada di bawah naungan Dinas Pendidikan Pemprov Sumbar itu saat ini memiliki 28 orang murid dan 12 guru.
“Di sekolah luar biasa ini ada dua tuna, pertama tuna rungu dan tuna grahita. PJJ di sekolah SLB kurang efektif. Belajar bagi siswa yang tunarungu, mengalami kesulitan seperti orang tua yang tidak paham dengan pemakaian gadget. Kedua, di sekolah ini banyak orang tua tidak mampu,” ujar Lestari.
Ia menyampaikan, saat pelaksanaan PJJ, pihak sekolah lebih banyak berkoordinasi dengan para orang tua siswa, terutama dalam memberikan tugas-tugas pelajaran. Nantinya, tugas tersebut juga akan diantarkan oleh orang tua murid.
Sementara itu, Lestari menambahkan, untuk metode belajar bagi anak-anak berkebutuhan khusus, maka akan disesuaikan dengan kemampuan setiap anak. Hal itu juga ditentukan oleh evaluasi terhadap anak-anak dalam menentukan metode belajar yang sesuai.
Pengaruhi Semangat
Sementara itu, Wakil Kepala Bidang Kesiswaan di SLB Negeri 2 Padang, Resvi, menilai pelaksanaan PJJ turut berdampak pada semangat belajar siswa yang menurun. Hal ini kemudian juga berdampak pada efektivitas PJJ itu sendiri.
Resvi menambahkan, saat berakhirnya PPKM Level 4 di Kota Padang, pihaknya sudah kembali melaksanakan PTM. Hal ini juga didukung dengan persetujuan dari orang tua untuk mengizinkan anaknya kembali belajar di sekolah.
“Untuk pembelajaran tatap muka, ada pendampingan, satu guru setiap satu siswa. Proses belajar juga menerapkan protokol kesehatan yang ketat,” ujarnya. (h/mg-rga/mg-pmy)