Keterangan foto: Rangkaian acara konferensi pers awal Legaran Svarnadvipa produksi Indonesia Performance Syndicate di Gedung LKKS, Padang, Rabu (29/5). JUM
PADANG, HARIANHALUAN.ID – Komunitas seni Indonesia Performance Syndicate (IPS) sajikan produksi karya seni pertunjukan kontemporer Legaran Svarnadvipa. Kegiatan ini realisasi dari hibah program Penciptaan Karya Kreatif Inovatif dari Dana Indonesiana Tahun Anggaran 2023.
Sebagian rangkaian kegiatan telah dilaksanakan, mulai dari riset dan penciptaan teks pertunjukan hingga pelatihan. Puncaknya adalah pertunjukan Legaran Svarnadvipa itu sendiri yang akan dipanggungkan di Lapangan Cindua Mato Batusangkar, Kabupaten Tanah Datar, pada 22 Juni mendatang.
Secara konsep ide dan pertunjukan, Legaran Svarnadvipa ini sajikan dua esensi yang dituangkan ke dalam seni pertunjukan, yakni menyoal isu dan penggabungan tiga seni tradisi sebagai dasar karya pertunjukannya.
Sutradara Legaran Svarnadvipa, Wendy HS, menyebutkan kontribusi kebudayaan – dalam hal ini konteks seni pertunjukan, bagi keberlangsungan pembangunan dan kebudayaan adalah dengan menggarap isu dan masalah terkini sebagai sebuah keresahan.
“Beberapa daerah di Sumatra Barat ini belum bisa lepas dari kata emas. Ibaratnya dulu Alam Takambang Jadi Guru, kini Alam Takambang Jadi Tambang Emas. Jadi maraknya tambang emas ini salah satu alasan atau menjadi bisik alam yang kami sampaikan pada Legaran Svarnadvipa ini,” ujarnya.
Merinci persoalan tambang emas, maksud Wendy, bukan fisik dari maraknya pertambangan emas ilegal, tapi intinya tentang dampak yang berakibat terhadap kerusakan lingkungan, seperti banjir, penebangan hutan, dan kerusakan lain.
Legaran Svarnadvipa mengawali konsep idenya dari mengulas kembali ketersinggungan Minangkabau dengan emas. Catatan sejarah menyebutkan umumnya di Pulau Sumatra ini menjadi ajang bagi negara Barat untuk mengeksplorasi emasnya. Terbilang dari Gunung Talamau dan sehiliran bukit di Sumatra Barat ini, makanya kata Svarnadvipa, Svarnabhumi, dan Pulau Perca begitu akrab di lintasan sejarah Pulau Andalas, khususnya di Minangkabau.
Wendy memahami dengan wajar bila rasanya ini sejalan dengan maraknya tambang emas yang terjadi saat ini. Tak negara Barat saja, masyarakat pribumi pun sudah bergantung hidupnya dengan mencari emas sebagai penyambung hidupnya.
“Kita meresahkan eksplorasi yang tidak bertanggung jawab dan tidak terkontrol ini, yang tidak memikirkan dampak akan alam dan lingkungannya. Dari perjalanan sejarah si Pulau Emas inilah yang kami angkat ke dalam seni pertunjukan Legaran Svarnadvipa,” katanya.
Secara fisik pertunjukan, Legaran Svarnadvipa menyuguhkan seni teater, musik, dan tari dalam satu kesatuan pertunjukan yang dikontemporerkan. Kata legaran diadopsi dari salah satu penamaan pada kesenian Randai Minangkabau, dan kata Svarnadvipa yang diartikan sebagai Pulau Emas.
Seni pertunjukan ini melibatkan berbagai unsur baik dari pelaku seni, seniman tradisi, dan anak-anak muda. Indonesia Performance Syndicate memadukan tiga pertunjukan tradisional Minangkabau ini menjadi sebuah cerita penjawab isu dan masalah yang diangkatnya.
“Inilah dua hal esensi (ide dan pertunjukan) yang ingin kami berikan kepada penonton atau masyarakat nantinya pada puncak pertunjukannya nanti,” katanya.
Selain itu, orientasi dari Legaran Svarnadvipa yang dipunggawai Indonesia Performance Syndicate ini adalah sebagai upaya untuk membangkitkan kembali ekosistem seni pertunjukan di Sumatera Barat.
Terbilang ekosistem seni pertunjukan di Sumatra Barat masih layu. Adapun berbagai komunitas dan iven seni pertunjukan, tidak begitu diperhatikan dan sebatas angin lalu saja, ibarat lengang dalam keramaian.
Sehingga kehadiran Indonesia Performance Syndicate melalui produksi karya seni pertunjukan kontemporer Legaran Svarnadvipa ini diharapkan mampu menjadi pelecut ekosistem seni pertunjukan agar terus tumbuh dan berkontribusi.
“Produksi karya seni pertunjukan kontemporer ini juga diharapkan menjadi pemantik akan pertumbuhan komunitas-komunitas seni dan iven seni budaya. Ekosistem seni pertunjukan bukan perihal peraga gerak, musik dan tutur saja, lebih dari itu juga berbicara tentang ruang dan aspek yang luas bagi keberlangsungan seni pertunjukan atau kebudayaan,” ujar seniman Wendy HS tersebut. (*)