HARIANHALUAN.ID – Di tengah pesatnya perkembangan teknologi digital, remaja Indonesia saat ini hidup dalam lingkungan yang sangat terhubung dengan dunia maya. Akses terhadap internet, media sosial dan berbagai platform interaktif menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari mereka, baik untuk keperluan belajar, berinteraksi dengan teman, maupun mencari hiburan.
Perkembangan ini membuka peluang besar bagi remaja untuk mengembangkan kreativitas, memperluas wawasan dan memanfaatkan teknologi sebagai sarana membangun masa depan. Namun, di balik potensi besar tersebut, tersembunyi pula berbagai risiko yang dapat menjerumuskan mereka ke dalam perilaku menyimpang di ranah digital.
Fenomena ini tidak lagi bersifat kasuistis, melainkan telah menjadi masalah serius yang memerlukan perhatian bersama. Melihat kondisi tersebut, mahasiswa KKN Unand di Pematang Panjang membuat program kerja edukasi remaja SIAP (Sadar Internet Anti Penyimpangan) yang berlokasi di SMPN 13 Pematang Panjang.
Hasil survei UNICEF menunjukkan fakta yang mengkhawatirkan sekitar 45% remaja Indonesia berusia 14–24 tahun pernah menjadi korban cyberbullying. Bentuknya beragam, mulai dari pelecehan verbal melalui aplikasi pesan instan, penyebaran foto atau video pribadi tanpa izin, hingga tindakan perundungan yang dilakukan secara terus-menerus di media sosial.
Perundungan daring ini tidak hanya berdampak pada kesehatan mental korban, tetapi juga dapat memengaruhi prestasi belajar, hubungan sosial, dan rasa percaya diri mereka. Kondisi ini diperburuk dengan tingginya arus informasi di internet yang tidak selalu disertai dengan kemampuan menyaring dan memverifikasi kebenarannya.
Fitriani S.P, M.Sc selaku DPL dari tim mahasiswa KKN Unand di Nagari Pematang Panjang juga ikut menyarankan mahasiswanya untuk memberikan edukasi mengenai penyimpangan dan penyalahgunaan media sosial di masyarakat khususnya di kalangan remaja.
Di sisi lain, hasil pengukuran tingkat literasi digital nasional pada tahun 2022 menunjukkan skor 3,54 dalam skala 1–5. Angka ini memang mengalami peningkatan dibandingkan tahun sebelumnya, yang menandakan adanya kemajuan dalam kecakapan digital, etika berinternet, kesadaran keamanan siber, dan pemahaman budaya digital. Akan tetapi, skor tersebut masih berada pada kategori “sedang”, yang berarti masih banyak ruang perbaikan.
Rendahnya kesadaran terhadap etika digital dan lemahnya kemampuan melindungi data pribadi membuat sebagian remaja rentan terpapar dampak negatif dunia maya, mulai dari penipuan online, penyalahgunaan identitas, paparan konten kekerasan atau pornografi, hingga keterlibatan dalam aktivitas ilegal seperti perjudian online.