Hasan berbagi cerita terkait kondisi di Palembang. Menurutnya, ekosistem Palembang dimanjakan dengan dana hibah kebudayaan salah satunya Dana Indonesiana. Dampaknya banyak para pelaku budaya lebih memberi fokus kepada persoalan finansial daripada capaian artistik.
“Di Palembang, kelompok teater independen cenderung tidak memiliki pergerakan. Pergerakan justru tumbuh dari teater sekolah. Dewan Kesenian Palembang hingga hari ini berupaya untuk mendorong kembali gerakan dari kelompok teater independen,” ujar Hasan.
Salmiah, guru seni budaya SMA Muhammadiyah dan SMK 1 Padangpanjang yang hadir menjadi peserta menyebutkan bahwa siswa-siswi cukup memiliki ketertarikan untuk mengenal teater lebih dalam. Apalagi di muatan lokal sekolah ada membahas soal teater tradisi yaitu randai. Namun para guru punya keterbatasan jam untuk mengajar siswa.
“Kami berharap ISI Padangpanjang bisa datang memperkenalkan tentang teater ke sekolah. Sekaligus mengirimkan seniman-senimannya untuk mengajar ke sekolah kami,” harap Salmiah.
Yusril Katil, aktor dan sutradara sekaligus dosen ISI Padangpanjang yang juga hadir pada seminar ini menyebutkan bahwa pelaku teater harus hadir pada perkembangan dunia digital.
“Setelah pandemi, saya melihat adanya peluang kerja baru di teater. Banyak aktor yang muncul di media sosial dan menjadi influencer. Ada media alternatif selain panggung. Tantangannya adalah bagaimana kita bisa meramu teater menjadi dekat dengan gen-Z tapi tidak mengurangi capaian artistik dari sebuah karya,” tanggapnya.