Autoimun pada Anak, Bisa Pengaruhi Pertumbuhan dan Perkembangan

Dr Endah Citraresmi, SpA(K) - Sekretaris Unit Kerja Koordinasi Alergi Imunologi IDAI

PADANG, HARIANHALUAN.ID – Diagnosis penyakit autoimun pada anak seringkali terlambat sebab kasus autoimun jarang terjadi, sehingga kesadaran masyarakat ataupun dokter juga kurang. Hal itu diungkapkan Dokter dari Unit Kerja Koordinasi (UKK) Alergi Imunologi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI).

Padahal, lanjutnya, diagnosis dini autoimun pada anak penting untuk dilakukan agar pengobatan dan terapi bisa dilakukan sesegera mungkin untuk mencegah kerusakan organ lebih lanjut.

“Kalau penyakit lebih ringan, tentu saja obatnya jadi lebih mudah dan lebih sedikit. Kalau ditemukan pada tahap ini (diagnosis dini), kita tahu bahwa belum banyak kerusakan organ, jadi kualitas hidupnya bisa lebih baik,” kata Endah dalam webinar di Jakarta, Selasa (3/9) lalu.

Endah mengatakan fasilitas kesehatan kerap terbatas sehingga pasien harus dirujuk ke rumah sakit tipe B atau A untuk diagnosis dan tata laksana yang mumpuni. Selain itu obat autoimun untuk anak belum banyak tersedia.

“Obat-obatnya mayoritas untuk dewasa. Jadi bentuknya tablet. Bahkan obat infusnya pun bentuk sediaannya untuk dewasa. Jadi kalau dipakai di anak yang dosisnya lebih sedikit, tapi kita harus membayar seharga obat untuk dewasa,” katanya. 

Menurut Endah, autoimun pada anak seringkali disertai dengan morbiditas atau kesakitan dan kecacatan yang lebih tinggi. Akibatnya, hal ini mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak.

“Dan tidak jarang bahwa, contohnya lupus, mortalitas atau angka kematian pada anak itu lebih tinggi dibanding pada kelompok usia dewasa,” ucapnya. 

Dia mengingatkan dukungan keluarga dan pengasuh dibutuhkan bagi anak dengan penyakit autoimun. Di sisi lain, pihak sekolah juga perlu memahami kondisi-kondisi khusus apabila terdapat siswanya yang mengalami autoimun. Endah mengatakan terkadang anak-anak dengan autoimun memerlukan dispensasi.

“Ada yang tidak boleh olahraga karena radang sendi dan radang otot, dia tidak mampu (olahraga). Ada yang tidak boleh terkena sinar matahari. Ada yang kesulitan untuk naik ke kelas ke lantai kedua. Dan yang paling penting bahwa autoimun ini tidak menular dan tidak boleh dikucilkan,” ujarnya. 

Di samping mengalami gangguan fisik, Endah mengatakan anak dengan autoimun juga mengalami gangguan penampilan sehingga mereka kerap tidak percaya diri. Menurut dia, banyak anak dengan autoimun yang bosan minum obat dalam jumlah banyak dan dalam durasi yang lama, serta bisa mengalami efek samping obat.

Kemudian anak dengan autoimun juga bisa mengalami gangguan belajar, terutama pada penderita dengan autoimun yang menyerang ke otak. Anak dengan autoimun juga rentan stres dan depresi karena penyakitnya.

“Jadi masalahnya (autoimun pada anak) cukup kompleks. Tidak semata-mata masalah kesehatan, tapi juga ada masalah psikososial dan kualitas hidup,” kata Endah. (*)

Exit mobile version