Komunitas Batu Akik Bujang Gemstone, Tetap Eksis di Tengah Tren Baru

AGAM, HARIANHALUAN.ID — Di sudut Nagari Garagahan, Lubuk Basung, terdengar gesekan gerinda yang akrab mengisi udara di daerah itu. Di posko sederhana itu, Komunitas Batu Akik Bujang Gemstone berdiri tegak sebagai saksi bisu perjalanan tren yang silih berganti.

Berdiri sejak belasan tahun lalu, komunitas ini bukan hanya tempat berkumpulnya pecinta batu akik, tetapi juga sebuah rumah pembelajaran bagi siapa saja yang meminati keindahan cincin akik dan tempat merajut tali silahturahmi.

Sutan Zainal, salah seorang pengrajin batu akik kawakan di komunitas tersebut, tampak serius mengasah batu Cimpago Biru saat Haluan menyambangi posko itu, Jumat (24/1). “Batu ini punya pola yang unik, dan kalau digarap dengan sabar, hasilnya luar biasa indah,” ucap Zainal sambil terus memoles. Baginya, mengolah batu akik adalah perpaduan antara seni dan ketekunan.

Saat tren batu akik mulai meredup beberapa tahun silam, banyak komunitas serupa memilih vakum. Namun, Bujang Gemstone tetap bertahan. “Kami tidak menyerah. Batu akik bagi kami bukan sekadar tren. Ini adalah seni yang tiada duanya,” kata Zainal.

Posko Bujang Gemstone yang berlokasi di Bancah Taleh menjadi tempat berkumpul anggota dari berbagai usia dan latar belakang. Di sini, mereka berbagi pengetahuan tentang jenis batu, teknik pemolesan, hingga cara membedakan batu asli dan sintetis. Suasana penuh keakraban selalu terasa, terlebih saat anggota muda turut bergabung dan membawa semangat baru.

Di posko ini, saban harinya tidak hanya dipenuhi oleh para pencinta batu akik yang ingin memoles batu saja, akan tetapi ratusan cincin akik juga terpajang. Cincin-cincin itu tidak hanya sekadar dipajang, tetapi dimaksudkan untuk dijual kepada mereka yang minat. Selain cincin yang sudah jadi, di posko ini juga tersedia emban akik berbagai ukuran jari.

Cincin akik yang dijual di posko ini tergolong akik yang berkelas, mulai dari jenis akik Bacan, Sungai Daerah, Raflesia, Cimpago hingga puluhan jenis lainnya. Bagi yang ingin memilih bahan untuk dipoles juga tersedia di posko ini.

Zainal mengaku setiap harinya ada saja yang memoles batu akik di posko yang sejatinya warungnya itu. Tidak hanya anggota komunitas, tapi juga orang-orang baru. Zainal juga mengaku tarif memoles batu di tempatnya itu tidak terlalu tinggi.

“Jasa poles berkisar 30-40 ribu tergantung jenis batunya. Ringnya dipatok 50 ribu. Untuk bahan juga tersedia dengan harga bervariasi. Sedangkan cincin yang sudah jadi harga dipatok mulai Rp200 ribu hingga jutaan,” sebutnya.

Salah satu anggota senior, M Nur Akhiar berbicara tentang makna spiritual batu akik saat ditanya Haluan ihwal ketertarikannya pada cincin akik. Baginya, mengoleksi batu akik bukan hanya soal keindahan, tetapi juga soal spiritualitas.

“Setiap batu berdzikir kepada Sang Pencipta. Warna dan pola yang berbeda melambangkan dzikir yang berbeda pula,” ujarnya.

Sementara itu, D St Rajo Intan, seorang pengusaha muda, menemukan sisi lain dari hobi ini. “Awalnya saya hanya tertarik karena warnanya yang indah. Tapi setelah bergabung, saya belajar bagaimana menghargai setiap proses pembuatannya. Sekarang, saya juga menjadikannya peluang bisnis,” katanya.

Tidak hanya berbicara tentang bisnis, Bujang Gemstone juga aktif memperkenalkan batu akik kepada generasi muda. Bagi komunitas ini, setiap batu memiliki cerita. Ada yang ditemukan di sungai-sungai kecil, ada pula yang berasal dari pegunungan jauh. Setiap goresan dan warna memiliki nilai seni yang tak tergantikan. Bahkan tak jarang, akik-akik polesan Bujang Gemstone sering memenangi pameran tingkat lokal maupun nasional.

Bagi komunitas ini, eksistensi bukan soal popularitas, melainkan soal keberlanjutan. Mereka percaya bahwa cinta terhadap batu akik akan terus diwariskan, dari generasi ke generasi.

Ketika ditanya tentang harapan ke depan, Zainal tersenyum. “Kami ingin terus belajar, terus berkarya, dan menginspirasi orang lain untuk mencintai apa yang mereka miliki,” ucapnya dengan nada penuh harapan.

Komunitas Bujang Gemstone adalah bukti nyata bahwa tradisi dan inovasi bisa berjalan beriringan. Di tangan mereka, batu akik tidak hanya sekadar perhiasan, tetapi juga simbol perjalanan, seni, bisnis dan warisan yang tak ternilai harganya. (*)

Exit mobile version