Laporan: Nurfatimah
PADANG, HARIANHALUAN.ID — Seni adalah salah satu warisan budaya yang tak akan pernah pudar, selalu hidup dan berkembang seiring waktu. Setiap orang merasakannya dengan cara yang berbeda, menemukan makna yang unik di dalamnya.
Begitu pula dengan Tasya, seorang remaja yang begitu mencintai dunia seni. Bagi Tasya, seni bukan sekadar bagian dari budaya, melainkan juga sebuah ruang ekspresi, tempat di mana seseorang dapat bercerita, menuangkan emosi, dan mengabadikan kisah dalam berbagai bentuk kreativitas.
“Bagi saya, seni, terutama seni lukis, adalah cara seseorang bercerita tanpa kata. Melalui setiap goresan, warna, dan bentuk, seorang seniman menuangkan ekspresi dirinya dengan bebas, tanpa batas, dan tanpa henti. Seni selalu tumbuh dan berkembang, berjalan seiring dengan kehidupan manusia. Setiap karya yang tercipta memiliki keindahan dan selalu sarat akan makna,” katanya.
Kegemarannya dalam seni lukis sudah membawanya ke atas panggung-panggung prestasi. Sejak tahun 2022, lukisannya tak pernah alpa dipamerkan dalam pameran seni. Untuk ketiga kalinya, tahun lalu, karyanya sukses dipamerkan dalam event pameran yang diadakan Taman Budaya Jambi di bawah naungan Dinas Pariwisata Jambi dengan tajuk Temu Karya. Judul lukisan yang diangkat oleh Tasya adalah ‘Ngopi’. Selaku pelukis, ia melihat perkembangan kopi di Provinsi Jambi begitu pesat
Sebelumnya, pada tahun 2022, ia menjadi bagian dalam pekan Seni Mahasiswa tingkat daerah cabang melukis. Dirinya mendapatkan juara satu disertai dengan penghargaan. Penghargaan tersebut berhasil membawa karyanya dilombakan lagi di Pekan Seni Mahasiswa Nasional di Universitas Brawijaya, Malang. Pada tahun yang sama, ia dicetuskan sebagai salah satu seniman yang karyanya lolos kurasi dan dipamerkan dalam pameran Telusur Tanah Berjejak Provinsi Jambi.
Selain melukis, Ecoprint juga merupakan salah satu bentuk seni yang luar biasa menurutnya. Teknik tersebut memanfaatkan bahan-bahan alami untuk menciptakan motif dedaunan yang cantik dan beragam, mencerminkan kekayaan serta keindahan alam Indonesia. Proses pembuatannya pun penuh makna, memerlukan kesabaran, ketelitian, dan kreativitas dalam menyusun daun agar menghasilkan pola yang harmonis dan estetis.
“Lebih dari sekadar karya seni, ecoprint juga merupakan inovasi ramah lingkungan. Pewarna yang digunakan berasal dari bahan alami, menjadikannya alternatif yang lebih berkelanjutan. Bagi saya, ecoprint adalah wujud rasa syukur kita sebagai manusia dalam memanfaatkan alam dengan bijak. Dengan memproses tumbuh-tumbuhan menjadi karya yang indah, bermanfaat, dan bernilai tinggi, kita turut menjaga kelestarian lingkungan sekaligus mengapresiasi anugerah yang telah diberikan kepada kita,” ujarnya.
Ketertarikan Tasya pada ecoprint dan batik tidak lepas dari dukungan orang tuanya, yang selalu mendorongnya untuk terus berkarya, terutama di bidang seni. Meskipun ia menyadari bahwa keterampilan ini sangat berbeda dari melukis, Tasya tetap ingin mencoba dan mengasah kemampuan baru.
“Saat ini saya sedang menjalani hari-hari saya dengan belajar hal-hal baru. Saya mencoba mengajar les privat, memberikan kelas melukis, dan berusaha untuk tidak menyia-nyiakan setiap kesempatan yang datang. Bagi saya, mengajar bukan hanya sekedar berbagi ilmu, tetapi juga kesempatan untuk terus belajar,” tuturnya.
Menariknya, meskipun ia merupakan mahasiswa Fakultas Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri (UIN) Sulthan Thaha Saifuddin Jambi, namun ia dipercaya untuk mengajar ekstrakurikuler melukis. Awalnya sempat merasa tidak percaya diri, tetapi ia menyadari bahwa kesempatan seperti itu tidak datang dua kali.
“Bagi orang lain, mungkin ini bukan pencapaian besar, tetapi bagi saya, ini adalah salah satu bentuk pencapaian yang berarti. Selain mengajar, saya juga mengisi waktu luang dengan membuat konten melukis dan mini vlog di Facebook. Sebuah langkah kecil, namun penuh makna dalam perjalanan hidup saya,” ucapnya. (*)