HARIANHALUAN.ID – Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga (Men dukbangga)/Kepala BKKBN, Dr. Wihaji, S.Ag, M.Pd mengatakan agar keluarga dapat membangun ketahanannya, para anggota keluarga untuk rajin mengembangkan suasana ‘ngobrol’ barsama, baik antar suami istri, orang tua pada anak ataupun sebaliknya.
Persoalan tersebut menjadi kepedulian Wihaji karena Kemendukbangga/BKKBN bukan kementerian sektoral. Namun sebuah kementerian multisektoral yang mengampu dua program besar, yakni Kependudukan dan Pembangunan Keluarga. “Pendekatan yang kita lakukan adalah pencegahan dan penggerakkan,” jelas Wihaji.
Dalam paparannya, menteri Wihaji menjelaskan bahwa saat ini terdapat 75.653.359 keluarga di Indonesia. Terdiri atas 40,4 juta Pasangan Usia Subur (PUS); 11,5 juta keluarga dengan kepala keluarga adalah perempuan; 3,7 juta keluarga memiliki anak 0-23 bulan; 36,6 juta keluarga memiliki anak 10-24 tahun; dan 21,1 juta keluarga memiliki anggota keluarga di atas 60 tahun (11,7 persen).
Adapun sasaran atau intervensi yang dilakukan Kemendukbangga/BKKBN, menurut Wihaji yang baru menjabat menteri dua bulan 10 hari ini, meliputi anak, remaja, calon pengantin, ibu hamil, hingga lansia.
Perubahan nomenklatur dari BKKBN menjadi Kemendukbangga tentu ada sesuatu yang baru. Maka, semua dari baru. Langkah awal adalah logo baru, kultur baru, cara berpikir baru dan pendekatan program dengan cara baru, jangan formalistik. “Kita bekerja untuk melanjutkan dan menyempurnakan,” ucapnya.
Dalam mengemban tugas dan fungsi yang diberikan sebagaimana termaktub dalam Peraturan Presiden No. 180 Tahun 2024, Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga menelurkan lima program ‘quick win’. Yakni, Gerakan Orang Tua Asuh Cegah Stunting (Genting), Taman Asuh Anak (Tamasya), Gerakan Ayah Teladan (Gate), AI SuperApps tentang Keluarga, dan Lansia Berdaya.
Dalam pertemuan yang dihadiri para pimpinan tinggi pratama Kemendukbangga/BKKBN, Wihaji juga menyoroti program Gate yang dinilai saatnya untuk mendapat perhatian lebih.
“Leadership generasi zilenia sekarang lebih dipengaruhi kaum ibu karena ayah sibuk di luar mencari nafkah. Padahal kehadiran ayah dibutuhkan di usia anak 0-12 tahun. Sementara di usia anak 12-18 tahun, kehadiran ayah sebagai teman,” ucapnya.
Kehilangan sosok ayah, sambungnya, memiliki pengaruh.
Ia juga mengingatkan pentingnya memberdayakan kaum lanjut usia (lansia) yang jumlahnya semakin meningkat seiring meningkatnya usia harapan hidup di Indonesia menjadi 74,1 tahun.