Kunjungi Lokasi Bansor Pekalongan, Kepala BNPB Berikan Arahan Penanganan Darurat Hingga Rehabilitasi dan Rekonstruksi

PEKALONGAN, HARIANHALUAN.ID – Kurang dua hari pascakejadian bencana banjir dan tanah longsor (bansor) di Kabupaten Pekalongan, Jawa Tengah, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Letjen TNI Dr. Suharyanto S.Sos., M.M., mengunjungi lokasi terdampak yang berada di Kecamatan Petungkriyono, didampingi Pj. Gubernur Jawa Tengah, Nana Sudjana dan Bupati Pekalongan Fadia Arafiq, Rabu (22/1).

Dalam agenda kerja itu, Kepala BNPB memberikan beberapa butir arahan terkait penanggulangan bencana yang harus segera dilakukan dalam forum Rapat Koordinasi Penanganan Darurat Bencana Banjir dan Tanah Longsor di Petungkriyono yang dihadiri oleh lintas stakeholder.

Adapun arahan yang pertama, Kepala BNPB meminta tim gabungan melanjutkan upaya pencarian dan pertolongan terhadap tujuh korban yang masih dinyatakan hilang dalam peristiwa tanah longsor di Kecamatan Petungkriyono, Kabupaten Pekalongan, Jawa Tengah.

Menurut Suharyanto, keselamatan masyarakat harus menjadi prioritas utama. Sebab, hal itu menjadi hukum tertinggi dalam penanganan darurat bencana, sebagaimana yang menjadi arahan Presiden Prabowo Subianto.

“Upaya pencarian dan pertolongan ini harus menjadi prioritas utama. Karena keselamatan rakyat adalah hukum tertinggi,” jelas Suharyanto.

Dalam upaya tersebut, Kepala BNPB mempercayakan kepada lembaga yang memang berwenang untuk memimpin operasi pencarian dan pertolongan, yakni Basarnas sebagai leading sektor, sesuai standar operasional prosedur yang berlaku selama tujuh hari.

Kendati demikian, jika dalam kurun waktu tujuh hari masih belum ditemukan, maka pihak keluarga diberikan pilihan untuk meminta upaya pencarian lanjutan. Oleh sebab itu, seluruh stakeholder yang terkait dalam upaya penanganan darurat harus dapat bekerja semaksimal mungkin. BNPB akan berkomitmen memberikan dukungan sumber daya di lapangan untuk operasi pencarian dan pertolongan.

“SOP dari basarnas itu 7×24 jam. Nanti jika sudah enam hari pencarian tidak ketemu, maka kita hubungi pihak keluarganya apakah bisa ikhlas sudah merelakan baru boleh dihentikan,” kata Suharyanto.

“Kalau keluarganya tetap minta dicari sampai ketemu ya kita harus cari. Ini sesuai dengan perintah bapak Presiden Prabowo Subianto sebagai aparat kita harus berusaha semaksimal mungkin,” imbuhnya.

Kemudian arahan selanjutnya, Kepala BNPB meminta Pemerintah Kabupaten Pekalongan agar segera melakukan pembukaan akses jalan yang tertutup material longsor. Sebagaimana diketahui bahwa bencana tanah longsor turut menutup akses satu-satunya dari Kecamatan Petungkriyono menuju Kota Pekalongan, sehingga hal tersebut membuat mobilitas dan aktivitas masyarakat terganggu.

“Jangan sampai masyarakat yang terdampak ini terganggu,” ucap Suharyanto.

Kepala BNPB memahami dalam upaya pembukaan jalur tersebut menjadi tantangan, baik dari segi teknis maupun pembiayaan. BNPB tentunya dapat memberikan dukungan sesuai dengan regulasi yang berlaku, namun tentunya segala hal dikeluarkan dalam proses tersebut membutuhkan dokumen pertanggungjawaban yang harus dilengkapi.

“Intinya kami siap mendukung, namun saya mengingatkan kepada pemda bahwa segala hal yang dikeluarkan nanti pastinya ada regulasi yang harus dipertanggungjawabkan,” jelas Suharyanto.

Berikutnya, Kepala BNPB juga meminta kepada pemerintah daerah untuk memberikan pelayanan terbaik bagi masyarakat terdampak, khususnya yang meninggal dunia dan luka-luka. Bagi yang meninggal tentunya harus diberikan santunan, dan yang luka-luka harus mendapat perawatan terbaik termasuk memberikan kebutuhan dasarnya.

“Yang luka-luka tolong jangan dikenai biaya apapun. Kebutuhan makan dan minum logistiknya tolong dipenuhi,” jelas Suharyanto.

“Kami akan mendampingi. Selama tanggap darurat sampai nanti kembali pulih, khususnya pengungsi nanti kebutuhan dasarnya harus dipenuni,” imbuhnya.

Transisi Tanggap Darurat

Dalam forum tersebut, Kepala BNPB kemudian menjelaskan bahwa dalam fase penanganan darurat, pemerintah daerah harus segera mempersiapkan segala hal yang berkaitan dengan masa transisi tanggap darurat menuju pemulihan secara paralel.

Adapun dalam fase ini, pemerintah daerah harus segera membuat data terkait dampak kerusakan infrastruktur bangunan, baik rumah warga maupun segala sarana dan prasarana umum lainnya.

Khusus untuk rumah masyarakat yang terdampak, BNPB dapat memberikan dukungan penuh, baik bagi untuk rumah rusak ringan, sedang hingga berat. Dalam hal ini, BNPB tidak ingin pendataan terlalu lama agar seluruh rangkaian transisi darurat dapat segera dilakukan sehingga masyarakat tidak menunggu begitu lama.

“Rumah masyarakat yang rusak ringan, sedang dan berat, itu yang dibantu pemerintah pusat melalui BNPB,” jelas Suharyanto.

“Nanti segera diajukan dengan data-data yang lengkap agar bisa segera turun bantuannya,” imbuhnya.

Terkait infrastruktur seperti jembatan yang rusak, BNPB meminta dukungan kepada TNI dan Polri untuk segera membangun jembatan belly. Kepala BNPB akan meminta Mabes TNI untuk mendukung dalam proses pemasangannya. Di sisi lain, jembatan pun dapat dibangun secara permanen melalui program rehabilitasi dan rekonstruksi BNPB.

“Untuk jembatan yang rusak nanti bisa dibuat sementara Jembatan belly. Saya akan memohon dukungan ke Mabes TNI nanti. Jadi nanti dipasang dulu. Apakah nanti mau permananen nanti melalui program RR BNPB,” jelas Suharyanto.

Tahap Rehabilitasi dan Rekonstruksi

Adapun tahap proses penanggulangan bencana selanjutnya menurut Suharyanto adalah fase rehabilitasi dan rekonstruksi. Dalam fase ini, Kepala BNPB meminta kepada pemerintah daerah agar membuat Dokumen Rencana Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pasca Bencana (R3P), sebab dokumen tersebut akan menjadi pembahasan dalam rapat tingkat pusat.

“Harus dibuat R3P. Itu nanti dijadikan bahan rapat koordinasi pusat,” kata Suharyanto.

Kepala BNPB mencontohkan, dalam dokumen R3P itu seluruh kementerian/lembaga terkait dapat memberikan dukungan sesuai koridornya. Seperti misalnya terdapat sekolah yang rusak akibat banjir, maka Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah RI dapat memberikan intervensi demi pulihnya kegiatan belajar dan mengajar dan seterusnya.

“Terkait sekolah rusak itu bisa menjadi kewenangan Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah. Atau misal jalan dan jembatan, jika daerah tidak punya anggaran bisa ke PU atau BNPB,” jelas Suharyanto.

Jawa Tengah Siaga Darurat Bencana Hidrometeorologi

Pada kesempatan itu, Kepala BNPB juga menyoroti wilayah Jawa Tengah yang telah masuk dalam siaga darurat bencana hidrometeorologi basah. Menurut data per Rabu (22/1), ada lima wilayah di Jawa Tengah yang terdampak bencana seperti Kabupaten Pekalongan, Kabupaten Grobogan, Kabupaten Kendal, Kabupaten Batang dan Kabupaten Demak.

Selain korban jiwa, bencana tersebut juga telah menimbulkan kerusakan infrastruktur hingga mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat. Oleh sebab itu, Kepala BNPB meminta kepada seluruh perangkat pemerintah daerah, dunia usaha, media massa, komunitas dan masyarakat dapat bersinergi dalam upaya mitigasi dan kesiapsiagaan.

Menurut Suharyanto, dengan sinergi yang kuat, maka bencana dapat dicegah atau paling minimal dapat dikurangi dampaknya. Sebaliknya, jika hal itu tidak terwujud, maka bencana dapat terjadi dan berdampak kepada siapa saja, kapan saja dan di mana saja.

“Ingat ya. Jawa Tengah sudah ada lima terkena bencana hidrometeorologi,” jelas Suharyanto.

“Penanganan bencana ini harus terpadu antara pemerintah, baik pusat, daerah, pemerintah provinsi, juga dunia usaha, komunitas, media massa dan masyarakat itu sendiri,” pungkas Suharyanto.

Korban Banjir dan Tanah Longsor Pekalongan

Menurut hasil kaji cepat per Rabu (22/1), jumlah korban meninggal dunia akibat tanah longsor di Kabupaten Pekalongan menjadi 21 orang. Di samping itu, masih ada 5 orang dalam pencarian, 13 orang luka dan mendapat rujukan, 2 luka ringan serta kurang lebih 159 orang mengungsi. Selain penemuan korban jiwa dalam kondisi meninggal dunia, pengurangan jumlah korban hilang tersebut juga dikarenakan nama tersebut telah ditemukan dalam kondisi hidup dan bukan menjadi bagian dari korban yang terdampak runtuhan material. Hal itu sebagaimana yang telah dikonfirmasi petugas Posko Antemortem melalui kepala desa.

Banjir dan tanah longsor juga menyebabkan 27 rumah rusak berat, 5 jembatan rusak, 3 akses jalan tergenang, tanggul jebol dan 3 kendaraan rusak berat.

Sebagai upaya penanganan darurat bencana, Pemerintah Kabupaten Pekalongan telah menetapkan status tanggap darurat selama dua pekan. Melalui penetapan status tersebut, beberapa unsur dari pemerintah pusat, provinsi dan pemerintah kabupaten dan lainnya memberikan dukungan sumber daya dan hal lain yang dibutuhkan. BNPB sendiri telah memberikan bantuan penanganan darurat bencana senilai Rp 289.500.000 dengan rincian Dana Siap Pakai (DSP) operasional 200 juta rupiah, sembako 200 paket dan makanan siap saji 100 paket. (*)

Exit mobile version