PONTIANAK, HARIANHALUAN.ID – Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Letjen TNI Suharyanto bersama dengan Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Pratikno bertolak ke Pontianak, Provinsi Kalimantan Barat guna memimpin Rapat Koordinasi Penanganan Bencana Banjir dan Tanah Longsor di Provinsi Kalimantan Barat. Rapat ini dilaksanakan pada Kamis (30/1) di Balai Petitih, Kantor Gubernur Kalimantan Barat.
Penjabat Gubernur Kalimantan Barat, Harisson dalam pembukaan rapat menerangkan, enam kabupaten di Kalimantan Barat direndam banjir sejak pertengahan bulan Januari 2025. Banjir dengan ketinggian rata-rata mencapai dua meter terjadi setelah hujan dengan intensitas tinggi melanda wilayah ‘Provinsi Seribu Sungai’ ini. Wilayah terdampak banjir tersebut antara lain Kabupaten Sambas, Kabupaten Landak, Kabupaten Mempawah, Kabupaten Bengkayang, Kota Singkawang, dan Kabupaten Kubu Raya. Total sebanyak 148.693 jiwa terdampak banjir dan sedikitnya 606 jiwa mengungsi ke beberapa pos pengungsian.
Menurut Harisson, banjir besar yang melanda Kalbar kali ini merupakan akibat cuaca ekstrem berupa Monsoon Asia, pasang air laut, dan La Nina lemah terjadi secara bersamaan.
Menanggapi bencana banjir ini Kepala BNPB menegaskan perlunya kewaspadaan dini pada potensi bencana hidrometeorologi basah di Kalbar. Menurutnya, tantangan Provinsi Kalbar saat ini bukan hanya kebakaran hutan dan lahan, namun banjir juga harus menjadi perhatian.
“Mempawah sampai kantor Bupati terendam. Informasi yang kami terima, banjir seperti ini baru terjadi tahun ini, padahal menurut BMKG curah hujan yang turun hanya 150mm, tidak terlalu besar, ini perlu menjadi perhatian”, kata Suharyanto.
Suharyanto menjelaskan, BNPB telah memiliki peta risiko bencana Provinsi Kalimantan Barat tahun 2025. Peta ini menunjukkan tiga wilayah dengan potensi risiko tinggi bencana banjir adalah Kabupaten Sambas, Mempawah, dan Sanggau.
“Ternyata banjir yang terjadi sesuai dengan prediksi. Tiga daerah tersebut terjadi banjir diawal tahun ini. Maka jika kita berpedoman pada peta tersebut, Kepala Daerah harus cepat melakukan langkah-langkah penanganan”, ujar Suharyanto.
“Begitu juga dengan longsor, sudah ada petanya. Tolong bagi Pemkab sadar betul, di wilayah yang lahannya kritis, masyarakat yang tinggal di tebing-tebing diperingatkan karena biasanya kejadian longsor terjadi di malam hari, saat warga sedang tidur lelap. Longsor ini hanya butuh beberapa detik untuk merusak”, tambah Suharyanto.
Pada kesempatan ini, Suharyanto mengapresiasi langkah-langkah penanganan darurat banjir oleh Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat. Untuk mendorong percepatan penanganannya, Pemerintah Pusat menyerahkan dukungan bantuan operasional kepada kabupaten kota yang telah menetapkan status siaga maupun tanggap darurat berupa Dana Siap Pakai (DSP) dan logistik peralatan.
“Dukungan awal ini silakan digunakan. Permakanan, selimut, dan matras serahkan kepada para pengungsi.”
BNPB menyerahkan dukungan logistik dan DSP kepada lima kabupaten dengan status tanggap darurat yaitu Sambas, Landak, Bengkayang, Kubu Raya, dan Mempawah masing-masing sebesar 200 juta rupiah. Total nilai bantuan untuk lima kabupaten tersebut sejumlah lebih dari dua miliyar rupiah.
Sementara itu, Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat turut menerima DSP sebesar 250 juta rupiah. Jika ditotal dengan bantuan peralatan berupa mobil dapur umum dan perahu karet beserta mesinnya, total nilai bantuan yang diterima Pemprov Kalbar sejumlah 745 juta rupiah.
Operasi Modifikasi Cuaca Kalbar
Berdasarkan laporan BMKG, titik kritis hujan di Kalimantan Barat diperkirakan terjadi pada 29-30 Januari 2025. Atas petunjuk Menko PMK, BNPB melaksanakan operasi modifikasi cuaca (OMC) di wilayah Kalimantan Barat guna mengalihkan sebaran turunnya hujan. OMC Kalimantan Barat dilaksanakan selama dua hari yaitu pada 29-30 Januari 2025.
Pada Kamis (30/1) Kepala BNPB meninjau Pos Operasi Modifikasi Cuaca yang berada di Lapangan Udara (Lanud) Supadio, Pontianak.
Suharyanto memastikan, OMC berjalan sesuai rencana dan mendapatkan hasil sesuai yang diharapkan.
Hingga Kamis (30/1) tim OMC Kalimantan Barat telah melakukan penerbangan sebanyak tiga sorti dengan total jam terbang 7 jam 10 menit. Bahan semai berupa Natrium Clorida (NaCl) yang disemai di atas perairan barat dan utara Kalimantan Barat sebanyak 3.000 kg.
Analisis operasi modifikasi cuaca Kalbar menunjukkan distribusi spasial curah hujan aktual menunjukan terjadi penurunan intensitas hujan dari hasil prediksi setelah dilakukan OMC. Curah hujan aktual dengan intensitas lebat hanya terjadi di sebagian kecil wilayah Timur kalimantan Barat. Sehingga, hasil OMC mengurangi kejadian hujan lebat sebagai mitigasi terjadinya bencana hidrometeorologi di Kalimantan Barat.
Belajar dari Sintang
Di akhir paparannya, Suharyanto mengajak seluruh organisasi perangkat daerah se Provinsi Kalimantan Barat untuk belajar dari pengalaman Sintang. Pasalnya, Kabupaten Sintang merupakan daerah langganan banjir di Provinsi Kalimantan Barat yang menjadi perhatian Pemerintah Pusat. Hingga puncaknya pada tahun 2022, banjir besar melanda Kabupaten Sintang. Pasca banjir tersebut, pemerintah daerah setempat serius melakukan pembenahan dalam penanggulangan bencana khususnya mitigasi banjir.
Hasilnya dapat dirasakan dalam dua tahun terakhir ini, tidak terdapat laporan kejadian bencana banjir di Sintang.
“Dulu yang terkenal di pusat itu, banjir awal tahun itu jika Provinsi Kalimantan Barat pasti Sintang, kalau Kalimantan Tengah pasti Katingan. Ternyata dua tahun ini Sintang sudah tidak banjir”, kata Suharyanto.
Ia juga menekankan pentingnya kolaborasi antar stakeholder dalam penanggulangan bencana. Di Sintang, misalnya, langkah penanganan banjir jangka pendek hingga panjang disusun oleh pemerintah daerah bersama dengan BNPB, PUPR, KLHK, dan Bappenas dengan kegiatan pelaksanaan masterplan pengendalian banjir, peningkatan sistem dan informasi mitigasi
bencana, perluasan rehabilitasi hutan dan lahan, serta pengendalian dan pengawasan.
Sementara itu rencana aksi jangka panjang disusun bersama BNPB, PUPR, ATR-BPN, KLHK, BMKG, BPBD dan Bappenas berupa Penataan Ruang, Pemulihan SDA, Peningkatan sistem dan informasi mitigasi bencana.
“Saat ini yang dilaporkan banjir adalah daerah Sintang ke bawah, seperti Sanggau, Sekadau, Mempawah, Pontianak, hal-hal ini (pengalaman Sintang) bisa dijadikan contoh sehingga hal-hal serupa tidak terjadi lagi di kemudian hari”, tutup Suharyanto. (*)