JAKARTA, HARIANHALUAN.ID — Kementerian Sosial (Kemensos) menyatakan, sekitar 10 persen dari total penerima bantuan sosial (bansos) di Indonesia tergolong tidak tepat sasaran. Jumlahnya diperkirakan mencapai jutaan orang.
Menteri Sosial (Mensos), Saifullah Yusuf menyebut, penerima bantuan yang tidak tepat sasaran itu berada di desil 10, 9, hingga 8. Padahal, dalam tahap pendataan angka kesejahteraan, desil 10 yang paling tertinggi atau mapan.
Ia mengatakan, saat ini data penerima bantuan yang tidak tepat sasaran itu tengah dibenahi. Namun, dia memastikan bahwa semua pemberian bantuan mulai dari tahap kedua hingga keempat, telah menggunakan data baru. “Ini sudah hampir selesai, ini untuk penyaluran kedua. Jadi nanti akan kelihatan di situ kemarin dapat, sekarang tidak dapat, akan kelihatan,” katanya, Kamis (13/3).
Untuk penerima bantuan dari kalangan masyarakat miskin ekstrem, ia menyebut jumlahnya mencapai 3,1 juta orang. Penerima bantuan nantinya akan diberikan berdasarkan skema berbeda. Penerima bantuan yang masuk dalam kategori lansia, akan berbeda dengan usai produktif. “Kan masih kami lihat profilnya. Jadi ada yang usia produktif, ada yang lansia, ada yang penyandang disabilitas begitu. Kami lihat profilnya dulu,” ucapnya.
Anggaran Bansos Capai Rp25,9 Triliun
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melaporkan, realisasi belanja bansos sebesar Rp25,9 triliun hingga akhir Februari 2025. Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu), Suahasil Nazara menjelaskan bahwa belanja bansos masuk dalam kategori pos yang tidak terdampak efisiensi anggaran, sehingga tetap menjadi prioritas pemerintah.
“Belanja bansos sudah dibelanjakan Rp25,9 triliun atau 19,2 persen dari pagu di dalam APBN. Ini adalah belanja yang manfaatnya dirasakan oleh masyarakat, khususnya masyarakat yang ekonominya di bawah,” kata Suahasil, dalam Konferensi Pers APBN KiTa periode Januari dan Februari 2025, di Kantor Kemenkeu, Jakarta, Kamis (13/3).