JAKARTA, HARIANHALUAN.ID – Berdasarkan informasi yang dihimpun oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) hingga Sabtu (19/4), bencana hidrometeorologi basah masih mendominasi kejadian bencana di tanah air.
Memperluas cakupan informasi mengenai dampak bencana hidrometeorologi, wilayah Brebes Selatan di Provinsi Jawa Tengah juga mengalami kejadian serupa akibat intensitas hujan yang tinggi. Hujan dengan intensitas sedang hingga tinggi yang mengguyur wilayah Brebes Selatan pada Kamis, (17/4), memicu terjadinya pergerakan tanah di Desa Mendala, Kecamatan Sirampog. Peristiwa yang terjadi sekitar pukul 02.00 WIB ini menyebabkan sedikitnya 367 jiwa harus mengungsi. Mahkota longsor teridentifikasi berada di Dukuh Krajan RT 05 RW 03, dengan arah bidang luncur menuju Barat laut dan sudut kemiringan diperkirakan mencapai 60° ke arah aliran Kali Pedes. Akibat kejadian ini, sebanyak 93 unit rumah dilaporkan rusak berat (RB), dan 14 unit rumah lainnya terancam.
Tim Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Brebes bergerak cepat melakukan assessment di lokasi kejadian bersama pihak-pihak terkait. Langkah-langkah tanggap darurat segera diimplementasikan, termasuk pendirian dua tenda pengungsian di Dukuh Babakan untuk menampung 314 jiwa pengungsi. Sementara itu, 53 jiwa lainnya memilih untuk mengungsi ke rumah saudara.
Selain itu, upaya evakuasi warga terdampak bencana juga menjadi prioritas utama. Koordinasi dengan PLN juga dilakukan untuk melakukan pemutusan jaringan listrik di area terdampak demi keamanan. Saat ini, kebutuhan mendesak bagi para pengungsi meliputi logistik, kasur lipat, tenda pengungsi tambahan, selimut, tikar, serta kebutuhan khusus untuk bayi dan balita. Berbagai unsur terlibat dalam penanganan bencana ini, termasuk BPBD Kabupaten Brebes, Pemerintah Kecamatan Sirampog, Polsek Sirampog, Puskesmas Sirampog, Pemerintah Desa Mendala, MDMC, BAGANA, dan TAGANA
Pemerintah Kabupaten Brebes saat ini tengah dalam proses menetapkan status tanggap darurat sebagai respons terhadap kejadian ini. Kondisi mutakhir pada Jumat, (18/4), BPBD Kabupaten Brebes mendirikan dapur umum dan pendirian tenda pengungsian di Dukuh Babakan terus dilakukan, dan untuk keselamatan warga dilakukan pemutusan sementara jaringan listrik di wilayah terdampak.
Selain pergerakan tanah di Brebes, wilayah lain di Provinsi Banten juga tidak luput dari dampak cuaca ekstrem, seperti yang terjadi di Pandeglang. Hujan lebat yang mengguyur wilayah Pandeglang pada Jumat, (18/4), menyebabkan Sungai Cikuncil, yang merupakan anak Sungai Cisata, meluap dan mengakibatkan banjir di tiga kecamatan. Peristiwa yang terjadi sekitar pukul 02.00 WIB pagi ini berdampak signifikan pada sejumlah rumah dan ternak warga di beberapa desa. Berdasarkan data yang dihimpun, banjir melanda tiga kecamatan, yaitu Kecamatan Menes (Desa Sindangkarya), Kecamatan Jiput (Desa Sampangbitung), dan Kecamatan Pulosari (Desa Banjarnegara).
Akibat bencana ini, 61 Kepala Keluarga (KK) dilaporkan terdampak. Kabar duka menyelimuti, di mana satu jiwa meninggal dunia akibat terbawa arus sungai, yaitu seorang anak berusia 18 bulan. Kerugian materiil yang ditimbulkan cukup besar, dengan total 61 unit rumah terdampak banjir. Rinciannya adalah 26 unit rumah terdampak di Kecamatan Menes, 14 unit rumah terdampak di Kecamatan Pulosari, dan 21 unit rumah terdampak di Kecamatan Cisata.
Selain merusak rumah, banjir juga menyebabkan sejumlah ternak warga hanyut dan beberapa rumah tertimpa pohon akibat derasnya arus. Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Pandeglang bergerak cepat berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait untuk melakukan assessment terhadap dampak banjir. Kondisi terkini Jumat, (18/4), menunjukkan bahwa air di sebagian besar wilayah terdampak telah berangsur surut. BPBD Kabupaten Pandeglang terus memantau perkembangan situasi dan memberikan bantuan yang dibutuhkan oleh warga terdampak. Masyarakat diimbau untuk tetap waspada terhadap potensi bencana hidrometeorologi mengingat kondisi cuaca yang tidak menentu.
Beralih ke wilayah lain, hujan deras juga mengakibatkan bencana di Kabupaten Enrekang, Provinsi Sulawesi Selatan, menunjukkan betapa luasnya dampak cuaca buruk kali ini. Hujan dengan intensitas tinggi yang terjadi secara terus menerus, diperparah dengan kondisi drainase yang tersumbat dan tidak berfungsi dengan baik, memicu terjadinya banjir bandang di Kabupaten Enrekang pada Kamis, (17/4), sekitar pukul 15.00 WITA. Luapan dari beberapa sub sungai akibat kondisi ini berdampak signifikan di dua kecamatan.
Lokasi terdampak meliputi Kecamatan Anggeraja, yang mencakup Desa Mampu dan Desa Saruran, serta Kecamatan Alla, yang berimbas pada Kelurahan Kalosi. Akibat kejadian ini, sebanyak 16 Kepala Keluarga (KK) dilaporkan terdampak. Kerugian materiil yang tercatat meliputi 16 unit rumah warga yang terdampak banjir bandang. Selain itu, satu unit fasilitas pendidikan (Fasdik) juga mengalami dampak, serta satu ruas jalan di Kecamatan Alla dilaporkan terganggu akibat material banjir. Menyikapi kejadian ini, Tim Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Enrekang segera bergerak melakukan assessment di lokasi terdampak. Koordinasi dengan aparat desa setempat juga dilakukan untuk penanganan lebih lanjut.
Perkembangan kondisi pada Jumat, (18/4), menunjukkan bahwa air telah surut, setelah hujan mereda. Saat ini, upaya pembersihan sisa material lumpur dengan ketebalan mencapai 30-40 cm tengah dilakukan oleh warga dan pihak terkait. BPBD Kabupaten Enrekang terus memantau perkembangan situasi dan berupaya untuk memfasilitasi pemulihan wilayah terdampak. Masyarakat diimbau untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap potensi cuaca ekstrem dan menjaga kebersihan serta fungsi drainase di lingkungan masing-masing guna meminimalisir risiko banjir di masa mendatang.
Tidak hanya banjir dan tanah bergerak, longsor juga menjadi ancaman nyata di wilayah pegunungan, seperti yang terjadi di Tana Toraja, Provinsi Sulawesi Selatan. Hujan dengan intensitas sedang hingga lebat yang mengguyur wilayah Bonggakaradeng, Tana Toraja, memicu terjadinya retakan tanah yang berpotensi menyebabkan longsor di Desa Lembang Rano, Kecamatan Rano.
Retakan yang terpantau sejak Jumat, (18/4), sekitar pukul 10.00 WITA, meluas dan melewati permukiman warga, menimbulkan kekhawatiran akan terjadinya longsor susulan. Akibat kejadian ini, sebanyak 23 Kepala Keluarga (KK) atau 50 jiwa dilaporkan terdampak. Selain itu, kerugian materiil juga cukup signifikan dengan tercatat 23 unit rumah warga dan 2 fasilitas ibadah mengalami kerusakan akibat pergerakan tanah tersebut. Menyikapi situasi darurat ini, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Tana Toraja bergerak cepat berkoordinasi dengan pemerintah setempat untuk melakukan evakuasi warga ke tempat yang lebih aman.
Saat ini, warga terdampak telah mengungsi untuk menghindari potensi bahaya longsor. Mengingat kondisi dan potensi risiko yang ada, kebutuhan mendesak saat ini adalah tenda pengungsian yang layak serta pemenuhan kebutuhan dasar bagi para pengungsi. Pemerintah Kabupaten Tana Toraja sendiri telah menetapkan Status Tanggap Darurat Penanganan Bencana Alam Hidrometeorologi di Kabupaten Tana Toraja melalui Keputusan Bupati Nomor : 71/IV/Tahun 2025, yang berlaku sejak 8 April 2025 hingga 22 April 2025. Situasi di lokasi kejadian terus dipantau oleh pihak terkait guna mengantisipasi perkembangan lebih lanjut.
BNPB mengimbau masyarakat di seluruh wilayah Indonesia untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap potensi bencana hidrometeorologi, terutama di musim pancaroba dengan curah hujan yang tinggi dan tidak menentu. Masyarakat yang tinggal di wilayah rawan banjir, tanah bergerak, dan longsor agar selalu memantau informasi cuaca dari instansi terkait, mengenali potensi bahaya di lingkungan masing-masing, serta mempersiapkan diri dan keluarga untuk melakukan evakuasi mandiri jika diperlukan.(*)