“Ini butuh konsep pelan-pelan, tapi step by step, lama-lama akan sampai. Caranya bagaimana? Caranya adalah kalau kemudian izinnya kita matikan sama sekali, ditarik, bisa jadi ekonominya akan shutdown,” ucapnya.
“Supaya tidak shutdown bagaimana? Satu-satunya jalan adalah negosiasi. Apa yang dinegosiasikan? Silakan, tanah ini tetap digunakan, tapi harus melibatkan partisipasi. Misal kalau sebelumnya kewajiban plasmanya, dulu awalnya tidak ada kewajiban plasma. Kemudian, dinegosiasikan ada kewajiban plasma melibatkan rakyat 20 persen,” kata Nusron.
Ia menginginkan, kebijakan kewajiban plasma bisa terus dinaikkan hingga 50 persen capaiannya. “Nah, ini harus ditambah lagi sampai pada angka 50 persen. Nanti ditambah lagi sampai pada angka 60–70 perseb. Sehingga, ke depan akhirnya terjadi equal atau jadi kesetaraan antara satu dengan yang lain,” tutur Nusron.
Pada kuliah pakar ini, Menteri Nusron juga menyampaikan ajakan kepada mahasiswa Unusa untuk terlibat aktif dalam proses perubahan dan pengawasan kebijakan publik, terutama dalam bidang pertanahan dan tata ruang.
Ia menekankan bahwa generasi muda merupakan kekuatan penting dalam mewujudkan reformasi kebijakan menuju Indonesia yang lebih adil dan merata.
Kegiatan tersebut merupakan bagian dari rangkaian acara yang mengangkat tema “Peran Perawat dalam Membangun Ketangguhan Komunitas Melalui Manajemen Siklus Bencana Terpadu”.
Turut hadir sebagai pembicara, Anwar Kurniadi selaku guru besar dan Kaprodi Manajemen Bencana Universitas Pertahanan Republik Indonesia. Sesi diskusi, kemudian dipandu oleh Priyo Mukti Pribadi Winoto, Dosen Keperawatan Unusa. (*)