JAKARTA, HARIANHALUAN.ID – Sebagai bagian dari upaya memperkuat resiliensi nasional dan daerah dalam menjawab tantangan pendanaan dalam penanggulangan bencana, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) bekerja sama dengan Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH) dan Ditjen Strategi Ekonomi dan Fiskal Kementerian Keuangan RI menyelenggarakan Seminar Inovasi Pendanaan Bencana pada Rabu (10/9).
Seminar bertema Pemanfaatan Pooling Fund Bencana dan Dana Perubahan Iklim untuk Meningkatkan Resiliensi Lokal dan Nasional ini merupakan acara perdana dari rangkaian sesi konferesi dalam _The 4th Asia Disaster Management & Civil Protection Expo & Conference_ (ADEXCO) di Jakarta International Expo (JIExpo) Jakarta Pusat.
Adapun tujuan penyelenggaraan konferensi ini untuk memperluas wawasan, memperkuat kapasitas daerah, serta meningkatkan kesadaran kolektif akan pentingnya instrumen pembiayaan bencana yang cepat, efektif, dan berkelanjutan.
Pooling Fund Bencana atau Dana Bersama Penanggulangan Bencana (PB) merupakan respon kebijakan yang diharapkan dapat melindungi keuangan negara, memperkuat kapasitas pendanaan pemerintah pusat dan daerah, serta sebagai bentuk inovasi pengelolaan dana untuk pendanaan penanggulangan bencana. Dana ini dikumpulkan dari berbagai sumber pendanaan yang sah, termasuk APBN dan APBD, untuk mendukung dan melengkapi dana penanggulangan bencana yang telah ada.
Deputi Bidang Sistem dan Strategi BNPB Raditya Jati mengungkapkan saat ini BNPB, Kementerian Keuangan, BPDLH dan didukung oleh Bank Dunia terus bergerak dalam mempersiapkan implementasi Pooling Fund Bencana agar dapat memperluas jangkauan pemanfaatan.
“Saya rasa Pooling Fund Bencana berpeluang sangat besar untuk berkembang sehingga kita harus membuat lompatan besar dan berfokus pada bagaimana menggunakan inovasi ini untuk kebutuhan primer dan fundamental,” ungkap Raditya.
Dirinya menegaskan bahwa pemerintah tidak bisa bekerja _in silo_, terlebih bencana yang dipenuhi pola ketidakpastian dan tidak dapat diprediksi ini dapat diantisipasi dengan pola investasi yang disiapkan, salah satunya melalui Pooling Fund Bencana.
“Bukan hanya sekedar berpikir mengenai keuntungan, namun bagaimana pengelolaan keuangan ini ditujukan untuk mengurangi risiko bencana yang lebih besar,” tegasnya.
Dengan menghadirkan berbagai unsur mulai dari para pakar, kementerian/lembaga, pemerintah daerah, NGO, INGO, praktisi kebencanaan, akademisi, hingga pelaku usaha, sesi konferensi ini diharapkan dapat membuka ruang dialog dan kolaborasi lintas sektor guna memperdalam pemahaman publik mengenai instrumen pembiayaan risiko bencana yang telah diinisiasi pemerintah Indonesia sebagai salah satu terobosan strategis dalam penanggulangan bencana.
Di samping itu, Direktur Strategi Kesejahteraan dan Pemerataan Ekonomi Kementerian Keuangan Suska sebagai salah satu narasumber pada seminar ini turut memastikan bahwa Pooling Fund Bencana tidak akan mengurangi alokasi dana untuk penanggulangan bencana saat ini.
Dirinya menyatakan bahwa saat ini keterlibatan partisipasi pemerintah daerah masih disusun dari sisi pengaturan dan mekanismenya. Harapannya diskusi bersama lintas stakeholder melalui kegiatan ini dapat merumuskan solusi terbaik dalam pemanfaatan Pooling Fund Bencana.
Sejalan dengan hal tersebut, Ketua Tim Asuransi dan Perlindungan Sosial dari Direktorat Pengelolaan Risiko Keuangan Negara Kementerian Keuangan Roki Gangsar Winoto menyampaikan bahwa saat ini tengah dikaji mekanisme transfer risiko untuk _multilayering_ pendanaan penanggulangan bencana.
Adapun potensi keuangan domestik dan internasional diharapkan dapat menyerap risiko yang ada secara optimal sehingga Pooling Fund Bencana tidak akan membebani alokasi pendanaan yang sudah ada.
Pada materi lainnya, Direktur Sistem Penanggulangan Bencana BNPB Agus Wibowo mengemukakan proses bisnis penyaluran dana bersama yang dapat diakses oleh pemohon mulai tahap penyusunan proposal, penelaahan, verifikasi, dan evaluasi. Proses ini dilakukan untuk memastikan penggunaan dan penyaluran dana tepat sasaran.
Hal ini turut ditekankan oleh Direktur Utama BPDLH Joko Tri Haryanto bahwa pendekatan baru yang dilakukan oleh pemerintah untuk menjaga stabilitas fiskal negara dalam menghadapi bencana, sehingga perlu kehati-hatian dalam merumuskan tata kelola dan mempersiapkan implementasinya agar akuntabel dan tepat sasaran.
Di samping itu, _Operations Manager World Bank_ Alanna L. Simpson menyatakan tantangan yang sering dihadapi negara lain dalam penanggulangan bencana adalah tidak hanya mengenai ketersediaan anggaran penanggulangan bencana, namun juga kesiapan dalam penggunaan dana tersebut.
Dirinya menyampaikan saat ini pengembangan tata kelola Pooling Fund Bencana sudah berada dalam jalur yang tepat. Alanna berharap Pemerintah Indonesia dapat memanfaatkan proses ini untuk meningkatkan kesadaran dan kesiapsiagaan terhadap bencana dalam setiap level mulai dari tingkat individu, lokal, provinsi, dan nasional.
Keberhasilan Pooling Fund Bencana terletak pada tata kelola yang kuat; berbasis integritas, akuntabilitas, dan transparan dalam pengelolaan serta penggunaan dana. Saat ini persiapan dan perbaikan tata kelola terus dirumuskan oleh pemangku kebijakan terkait. Harapannya, skema ini bisa menjadi terobosan penting untuk memperkuat kapasitas pendanaan bencana dan membangun resiliensi bangsa.
Diskusi interaktif ini berhasil menarik lebih dari 650 peserta yang hadir secara fisik, maupun daring. Kehadiran Pooling Fund Bencana dalam ADEXCO 2025 sekaligus menjadi sarana strategis untuk memperkenalkan manfaat nyata dari mekanisme yang telah dipersiapkan bagi Kementerian/Lembaga, pemerintah daerah, kelompok masyarakat, dan pemangku kepentingan lainnya.
ADEXCO 2025 kembali hadir sebagai bagian dari Indonesia Energy & Engineering Series 2025 (IEE Series 2025) bersama dengan Construction Indonesia, Concrete Show South-east Asia – Indonesia dan Water Indonesia. (*)