BALI, HARIANHALUAN.ID – Tukad berarti “sungai” dalam bahasa Bali. Secara umum, aliran sungai memanjang dari dataran tinggi (hulu) menuju dataran rendah (hilir), lalu bermuara di danau, rawa, atau laut.
Tukad Badung, Tukad Pangkung, Tukad Mati, dan Tukad Bindu adalah sebagian dari sungai yang membelah Pulau Bali. Tak sekadar mengalirkan air dari hulu, aliran-aliran ini juga memberi manfaat bagi pengairan, rekreasi, hingga olahraga air. Bagi masyarakat Bali, tukad bagaikan urat nadi yang menghidupi sekaligus menghubungkan manusia dengan alam.
Petaka Datang Dalam Semalam
Pada hari Senin (8/9) tengah malam hingga Selasa (9/9) dini hari, beberapa tukad di Bali menunjukkan versi lainnya. Sungai yang biasanya baik-baik saja, berubah menjadi sebuah petaka. Cerita kelam itu muncul secara tiba-tiba. Bahkan hanya dalam semalam saja.
Langit Bali yang biasanya cerah malam itu berubah menjadi muram, diselimuti awan pekat. Hujan deras mengguyur tanpa henti sejak tengah malam hingga menjelang pagi. Seolah tak terbendung, hujan itu menumpahkan seluruh isinya di Pulau Dewata.
Air hujan yang turun deras hingga pagi tak lagi mampu ditampung oleh tanah dan saluran drainase kota. Sungai-sungai yang melintas di tengah pemukiman warga, seperti Tukad Badung di Denpasar dan beberapa anak sungai di Jembrana serta Gianyar, menerima debit air berlipat ganda. Hulu yang berada di daerah perbukitan menambah deras arus, membawa lumpur dan material kayu ke aliran sungai.
Rentetan peristiwa bencana pun terjadi di beberapa wilayah. Di Denpasar, Tukad Badung meluap pada dini hari. Permukaan air naik cepat, merendam jalan, rumah, dan fasilitas umum. Di Gianyar dan Klungkung, aliran deras dari hulu sungai Sukawati dan Dawan juga tak terbendung, membuat air menggenangi desa-desa. Di Jembrana, sungai-sungai yang langsung bermuara ke laut selatan mengalami hambatan aliran. Saat debit dari hulu meningkat, air tidak cepat terbuang ke laut, sehingga menambah lama durasi banjir.
Di wilayah lain seperti Kabupaten Karangasem, Kabupaten Gianyar dan Kabupaten Badung, hujan tidak hanya memicu banjir tetapi juga tanah longsor. Hasil akumulasi data per Kamis (11/9) pukul 17.00 WITA, petaka ini telah menyebabkan 16 warga kehilangan nyawa, 1 masih dinyatakan hilang, 659 terdampak dan 552 warga mengungsi.
Kenapa Bisa Terjadi?
Analisa sementara menunjukkan bahwa banjir dan longsor di Bali bukan sekadar akibat hujan sesaat, melainkan akumulasi faktor mulai dari intensitas hujan di atas normal, kondisi hidrologi sungai, topografi perbukitan dan pasang laut yang memperlambat aliran.
Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) sebelumnya telah mencatat adanya anomali cuaca, di mana pergerakan awan hujan dari Samudera Hindia terdorong angin baratan menuju Pulau Dewata. Dalam waktu singkat, curah hujan meningkat tajam dan melebihi ambang normal harian.
Peningkatan curah hujan di Bali juga dipengaruhi oleh fenomena Madden Julian Oscillation (MJO) dalam fase 3 (Indian Ocean) yang berkontribusi terhadap proses pembentukan awan hujan di wilayah Indonesia bagian barat. Bahkan, secara spasial diprediksi aktif melewati sebagian wilayah Indonesia, termasuk Bali hingga tanggal 12 – 17 September 2025. Sementara untuk Gelombang Rossby diprediksi aktif di wilayah Bali hingga tanggal 12 September 2025.
Pada tanggal 9 September 2025, curah hujan di hampir seluruh wilayah Bali, khususnya bagian tengah-selatan berkisar hingga 200-385 mm/hari dengan kategori ekstrem.
Peringatan dini cuaca ekstrem untuk wilayah terdampak kejadian dan sekitarnya sudah dikeluarkan dari sistem radar Forward-Looking Optical Doppler Lidar (FOD) BMKG Bali tanggal 8 September 2025 melalui peringatan dini 3 harian dan diperbaharui tanggal 9 September 2025 pagi. Untuk peringatan dini nowcasting telah dikirim sebanyak 11 kali, mulai tanggal 9 September 2025 pukul 02.15 WITA sampai dengan tanggal 10 September 2025 pukul 05.10 WITA.
Sementara itu, Balai Wilayah Sungai (BWS) Bali-Penida, Direktorat Jenderal Sumber Daya Air, Kementerian Pekerjaan Umum mengungkapkan bahwa curah hujan yang merata di Bali dengan intensitas tinggi sebesar 245.5 mm/hari dengan durasi yang lama pada Senin (8/9) hingga Selasa (9/9), menyebabkan meningkatnya aliran debit banjir sungai sebesar 85,85 m3/detik.
Dampak Cuaca Ekstrem Bali
Tukad Badung yang membelah jantung Denpasar akhirnya tak sanggup menampung air. Lima anak sungai menyalurkan debit besar ke aliran utama hingga sungai meluap. Air menerobos jalan, masuk ke rumah-rumah dan memaksa warga mencari tempat lebih tinggi. Dari peristiwa itu, 8 orang meninggal dunia, 2 masih hilang, sementara 225 orang lainnya harus mengungsi. Genangan tercatat di 81 titik.
Berikutnya di Kabupaten Badung, situasinya tak jauh berbeda. Tukad Mati kebanjiran aliran dari 8 anak sungai sekaligus. Jalan Sunset Road, Jalan Nakula, hingga Canggu Kerobokan tenggelam oleh air yang meluap. Di tengah kepanikan, 1 warga kehilangan nyawa.
Kisah lain datang dari Klungkung. Curah hujan ekstrem hingga 250 mm per hari menekan Sungai Candigara di kawasan DAS Tukad Unda. Debitnya meningkat cepat, meluap ke pemukiman di Gang Dasarata, Jalan Kusanegara, dan Jalan Kusamba. Sebanyak 420 jiwa terdampak, sebagian besar harus segera dievakuasi.
Kabupaten Tabanan juga dilanda banjir. Hujan 148 mm per hari membuat Tukad Yeh Dati meluap. Air merendam Kelurahan Kediri, Kecamatan Kediri, merobohkan rumah di bantaran sungai, bahkan merusak jembatan penghubung antardesa. Warga dibantu petugas gabungan menyelamatkan diri dengan apa yang sempat dibawa.
Gianyar pun tak luput. Tembok yang tak kuat menahan derasnya air runtuh, menimpa warga. Dua orang meninggal dunia dan 3 lainnya terluka. Hampir seluruh kecamatan terdampak, dengan Sukawati dan Blahbatuh menjadi yang terparah. Sementara itu, di Jembrana, 2 orang juga dinyatakan meninggal dunia akibat banjir dan sebanyak 327 warga mengungsi di lima titik.
BNPB Hadir Kurang Dari 24 Jam
Kurang dari 24 jam setelah kemelut melanda, BNPB hadir di Bali. Kepala BNPB Letjen TNI Dr. Suharyanto S.Sos., M.M., memimpin sendiri upaya penanganan darurat yang dimulai dari meja ruang rapat koordinasi di Gedung Jaya Sabha, Kota Denpasar, Rabu (10/9) malam, dilanjutkan peninjauan ke lokasi terdampak di Pasar Badung.
Hari ini, Kepala BNPB melanjutkan misi dengan meninjau kondisi pengungsian warga di Banjar Sedana Mertha Ubung dan Banjar Tohpati, Kota Denpasar. Warga di lokasi itu baru saja melewati malam yang berat akibat banjir yang merendam rumah dan lingkungan mereka.
Di tengah-tengah pengungsi, Suharyanto menyapa satu per satu sambil mendengarkan kisah bagaimana air tiba-tiba menerobos masuk ke rumah hingga kebutuhan mendesak yang harus segera dipenuhi. Pertemuan hangat itu menjadi ruang bagi masyarakat untuk menyampaikan harapan, sekaligus bukti kepedulian negara yang hadir cepat di saat warganya tertimpa bencana
Dukungan logistik dan peralatan darurat pun turut digelontorkan BNPB untuk memperkuat penanganan di lapangan. Sebanyak 300 paket sembako, 200 selimut, 200 matras, 2 unit tenda pengungsi, 50 tenda keluarga, hingga perahu karet dan mesin disalurkan ke daerah terdampak. Tiga unit pompa alkon juga dikerahkan dan langsung dipakai untuk membantu menyedot air di kawasan yang masih tergenang. Kehadiran cepat ini menjadi penopang pertama bagi warga yang tengah berjuang di tengah keterbatasan.
Sementara di lokasi terdampak lainnya, personel dari BPBD, Basarnas, Tagana, TNI, Polri, PMI dan relawan langsung mengimplementasikan arahan Kepala BNPB untuk bahu-membahu menembus genangan dan lumpur untuk menemukan satu warga yang masih dinyatakan hilang serta membawa warga ke tempat aman. Sementara Dinkes dan Dinsos turut memberikan pelayanan kesehatan dan menyuplai permakanan dari dapur lapangan.
Di samping itu, BPBD Provinsi Bali bersama BPBD kabupaten/kota terus menyisir titik-titik terdampak. Genangan di sebagian wilayah Denpasar mulai surut, namun pekerjaan belum selesai. Penyedotan air masih berlangsung, material longsor dibersihkan dan jembatan yang putus berangsur mendapatkan penanganan lebih lanjut.
Di balik deru mesin pompa dan langkah petugas yang tak kenal lelah, ada satu tujuan yang sama, yakni memastikan keselamatan warga, serta mengembalikan kondisi, kehidupan dan penghidupan yang sempat terhenti oleh derasnya air.
Segenap sinergi lintas instansi dan masyarakat dalam penanganan darurat yang terus dimaksimalkan kini membuahkan hasil. Perlahan tapi pasti, situasi dan kondisi Bali berangsur pulih terkendali. (*)